logo
GALATEA
(30.7K)
FREE – on the App Store

Diculik Sang Alpha

Aku menarik tepi tirai dengan perlahan dari belakang jendela dan mengintip ke arah jalan di luar sana.

Hari sudah mulai gelap, cahaya bulan menyinari trotoar yang sepi. Bagi orang lain, pemandangan itu mungkin tampak tidak berbahaya sama sekali—bahkan terlihat damai.

Semua pintu dan tirai setiap orang tertutup rapat. Begitu juga dengan gerbang yang mereka kunci, melindungi dengan aman anak-anak di dalam rumah.

Namun, semua orang selalu berada dalam tingkat kewaspadaan tinggi setiap malam…

 

Diculik Sang Alpha – Midika Crane

 


 

Aplikasi ini telah menerima pengakuan dari BBC, Forbes dan The Guardian karena menjadi aplikasi terpanas untuk novel baru yang eksplosif.

Ali Albazaz, Founder and CEO of Inkitt, on BBC The Five-Month-Old Storytelling App Galatea Is Already A Multimillion-Dollar Business Paulo Coelho tells readers: buy my book after you've read it – if you liked it

Baca selengkapnya di aplikasi Galatea!

1

Mara

Aku menarik tepi tirai dengan perlahan dari belakang jendela dan mengintip ke arah jalan di luar sana.

Hari sudah mulai gelap, cahaya bulan menyinari trotoar yang sepi.

Bagi orang lain, pemandangan itu mungkin tampak tidak berbahaya sama sekali—bahkan terlihat damai. Semua pintu dan tirai setiap orang tertutup rapat. Begitu juga dengan gerbang yang mereka kunci, melindungi dengan aman anak-anak di dalam rumah.

Namun, semua orang selalu berada dalam tingkat kewaspadaan tinggi setiap malam.

Aku menghela napas dalam-dalam, napasku menimbulkan embun pada kaca di depanku.

Aku menggosoknya dengan lengan bajuku agar aku bisa melihat lagi dengan jelas. Namun, tidak ada yang bisa dilihat.

Tidak pernah ada, karena tidak seperti di kawanan lain, di sini semua aktivitas kehidupan berhenti pada malam hari.

Mengapa? Karena kawanan manusia serigalaku, Kawanan Kemurnian, takut dengan Kawanan Pembalasan.

Sebenarnya bukan takut dengan Kawanan Pembalasan, mungkin lebih tepatnya, kami takut dengan pemimpin mereka, Alpha Kaden.

Selama 24 tahun terakhir, dia telah menghancurkan keseimbangan yang telah kami bangun antara kesetaraan dan kekacauan di dalam kawanan kami.

Dia telah mencuri segalanya. Terutama kebebasan kami.

Kawanan kami tidak dicintai oleh serigala lain.

Kami tinggal di tengah-tengah Kuartal Kawanan, di sisi khatulistiwa yang lebih dingin.

Dikelilingi oleh tembok tebal yang melindungi kami agar tetap aman berada di sini, di dunia kecil kami yang taat dan damai,

Kaden mengganggu dunia kami ketika dia mulai menyerang wilayah kami.

Dia telah menculik banyak gadis tak berdosa dari kawanan kami.

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi kepada mereka setelah itu, banyak yang mengira dia membunuh mereka atau menjualnya kepada anggota kawanan yang lain, yang juga telah memperoleh citra memalukan di mata Kawanan Kemurnian.

Atau mungkin dia membuat bisnis dari hal itu. Kami tidak pernah tahu pasti. Dia juga selalu membunuh para penjahat kami.

Siapa pun yang melanggar hukum, itu akan menjadi urusan Kawanan Disiplin.

Namun, untuk urusan membunuh, itu adalah urusan Alpha Kaden. Dia telah membuatnya jelas bagi semua orang.

“Mara, pergi dari sana!”

Ibuku menarik bahuku agar tak mengintip dari jendela.

Aku tersandung ke belakang saat ibuku dengan marah menutup tirai di hadapanku.

Dia berbalik ke arahku, lalu berkacak pinggang.

Aku mencintai ibuku, tapi terkadang dia bisa terlalu protektif.

Dia menjalani hidupnya dengan percaya hanya satu hal: Bulan adalah penyelamat kami, dan akan selalu terus begitu.

Dia percaya Dewi mengendalikan semua yang kami lakukan dan memutuskan masa depan kami melalui beberapa jenis sihir yang tidak diketahui.

Meskipun aku tumbuh besar dalam kawanan ini, aku tidak percaya akan hal itu. Namun, aku tetap menghormatinya.

Di sekolah, mereka mengajari kami sedikit nyanyian untuk menjaga agar kami tak lengah dan tetap waspada dengan Alpha Kaden:

Kunci pintumu, tutup rapat.

Tutup gordenmu, setiap malam.

Jangan lihat ke luar, kalau-kalau dia ada di sana.

Selalu hidup dalam ketakutan total.

Bahkan jika itu berarti mengorbankan jodohmu.

Jangan biarkan Alpha Kaden menentukan nasibmu.

Bahkan ibuku juga membenarkannya.

“Ibu, tidak apa-apa,” aku meyakinkannya. “Tidak ada yang melihatku.”

Dia mendesah dan menutup wajahnya dengan sebelah tangannya. Terlihat jelas stres telah membuat penuaannya semakin terlihat.

Dia kadang-kadang tidak tahu bagaimana cara menghadapiku—terutama ketika aku memutuskan untuk melanggar aturannya yang super ketat.

Aku tidak pernah bermaksud untuk melakukannya, tapi rasa ingin tahuku yang besar tak henti-hentinya menggodaku.

“Tetangga kita bisa saja melihatmu,” dia bersikeras. “Kamu tahu apa yang mereka katakan di gereja tentang kamu, Mara. Mereka bertingkah seolah-olah aku adalah ibu yang buruk.”

Aku memutar mataku.

“Dan bagaimana jika Kaden melihatmu?” dia bertanya dengan tegas.

“Yah, aku tidak akan tahu apakah Kaden sudah melihatku atau belum, karena aku sendiri tidak tahu dia seperti apa,” balasku dengan suara meninggi.

Ibu menyipitkan matanya ke arahku.

Dia benci jika aku memikirkan atau tahu apa pun yang berhubungan dengan Kaden.

Padahal penampilannya saja masih belum aku ketahui. Dia bisa saja berjalan melewatiku di jalan, dan aku sama sekali tidak akan menyadarinya.

Ibu tidak akan pernah memberitahuku apa pun tentang itu, tetapi aku selalu berusaha mengumpulkan potongan-potongan informasi dari gadis-gadis di sekolah.

Pada hari yang beruntung, aku mungkin bisa mengetahui apakah dia telah membunuh atau belum.

Kadang-kadang, ketika Ibu dan Ayah baru bangun, aku menyelinap ke bawah untuk mendengarkan percakapan mereka. Begitulah caraku mengetahui informasi tentang gadis-gadis yang hilang di sekitar kota.

“Mara, tolong. Jangan menyulitkanku,” mohon Ibu, dengan putus asa.

Aku melipat tangan di dada.

Aku jelas muak bersembunyi setiap malam, itu sudah sangat jelas.

Aku sudah terpaksa berhenti bertemu teman-teman pada Jumat malam.

Tak lama lagi, aku akan lulus, tapi itu bukan berarti aturan Ibu akan melonggar.

Dia hanya akan bersemangat ketika berusaha menemukanku jodoh.

Menemukan jodoh ketika kami masih muda sangatlah penting dalam budaya kami.

Jumlah laki-laki muda yang telah aku jabat tangannya dalam sebulan terakhir benar-benar konyol.

“Semuanya baik-baik saja di sini?” Aku berbalik saat mendengar pintu depan terbuka dan ayahku masuk dari luar.

Di luar sedang hujan, tapi aku tidak ingat saat tadi mengintip ke luar jendela.

Dia melepas mantelnya yang basah kuyup dan meletakkannya di atas meja dapur.

Rumah kami tidak terlalu besar, itulah mengapa berada di dalam sini lebih lama hanya akan membuang sebagian besar waktuku.

Orang tuaku menjalani kehidupan dengan sederhana, seperti yang diinginkan Dewi Bulan.

Aku bukan orang yang menyukai kemewahan materialistis, tetapi terkadang aku merasa sedikit kekurangan karena hidup bersama mereka.

“Tidak—”

“Aku memergoki dia mengintip ke luar jendela lagi,” kata Ibu, memotong ucapanku.

Aku melotot kepadanya. Dia sepertinya selalu ingin membuatku bermasalah dengan Ayah.

Ayah mengerutkan keningnya kepadaku.

“Kaden tidak akan ada di luar sana,” protesku. “Ibu bereaksi berlebihan ketika mengatakan dia mungkin ada di sana.”

Aku melihat tatapan ayahku beralih ke ibuku.

Dia memberi isyarat dengan kepalanya agar Ibu pergi, karena Ayah tahu betapa mudahnya Ibu dan aku berdebat.

Ketika Ibu pergi, Ayah mengajakku duduk di sofa sehingga kami bisa mengobrol di sana.

“Kamu tahu anak perempuan tetangga kita? Mandy, kan?”

“Milly,” aku mengoreksinya.

Ayah mengangguk. “Kaden membawanya minggu lalu. Dia menculiknya langsung dari tempat tidurnya, dan dia tidak pernah terlihat lagi sejak saat itu.”

Aku merasa mataku melebar.

Milly? Dia setahun lebih tua dariku, dan berkali-kali lipat lebih menarik.

Fakta bahwa dia telah dipilih untuk menjadi bagian dari bisnis apa pun yang dilakukan Kaden sama sekali tidak mengejutkanku.

“Kenapa memberitahuku hal ini?” Aku bertanya kepada Ayah.

Aku selalu ingin tahu segala hal, tetapi aku tidak menyangka bahwa Ayah juga akan berpikiran hal yang sama denganku.

“Aku khawatir dia akan menculikmu. Setiap pagi aku sangat takut untuk masuk ke kamarmu, khawatir kalau-kalau dia menculikmu di malam hari.”

Aku menggelengkan kepalaku. Kemungkinan aku diculiknya sangat kecil.

Jika dia menculik gadis lain dari lingkunganku, itu berarti dia tidak akan kembali ke sini untuk setidaknya selama sebulan.

Ini adalah jenis permainan yang suka dia mainkan dengan orang-orang.

Dia membuat kami merasa aman, hingga dia mengubah pola berburunya dan mengejutkan kami semua sehingga menjadi kebingungan.

Ayah menggenggam tanganku dan menatap mataku dalam-dalam.

Apakah dia akan membuatku berdoa? “Kita semua bertanya-tanya mengapa dia melakukan ini semua, Mara. Aku berjanji, kami akan menemukan jawabannya, dan menghentikan kegilaan ini sesegera mungkin.”

Dia meremas tanganku sedikit.

Ayah bekerja di gereja lokal kami, hal ini yang membuatku percaya bahwa kemampuannya untuk menghentikan Kaden tidak terlalu bagus.

Pria yang sangat kami takuti adalah alpha dari kawanan yang terkenal tak memiliki belas kasihan sedikit pun.

Setelah Perang Besar yang memecah belah kawanan serigala ke seluruh penjuru daratan, bentuk baru dari kawanan dan kode moralitas diadopsi.

Berlandaskan dari keyakinan inti kami, setiap kawanan diwajibkan menjaga perdamaian dengan tetangganya, dan sistem ini terbukti berhasil selama berabad-abad.

Namun, dengan semua kawanan yang berada dalam satu kesetaraan dan keadilan yang sama, ada satu kawanan yang memutuskan memberontak untuk menghancurkan ketenangan kawanan lainnya.

Dan itu adalah Kawanan Pembalasan.

“Semuanya akan baik-baik saja,” ujarku meyakinkan Ayah. “Alpha Rylan akan menyelesaikan semua masalah pada akhirnya.”

Mendengar hal itu membuat ayahku tersenyum. Rylan adalah satu-satunya harapan kami untuk mengakhiri penderitaan ini. Jika dia tidak bisa melakukannya, maka kami tidak akan pernah punya kesempatan lagi.

Aku pergi dan memutuskan langsung tidur.

Ketika memasuki ruangan, hawa dingin menyapa kulitku. Tidak biasanya udara sedingin ini.

Aku menyalakan lampu dan melihat dari mana datangnya hawa dingin tersebut.

Ruangan ini kecil, dengan lemari yang sederhana, meja, dan tempat tidur. Tidak ada yang terlalu mencolok atau berlebihan.

Jendelaku yang terbuka lebar adalah penyebab ruangan ini terasa lebih dingin. Seingatku, jendela ini tak pernah terbuka seperti itu sekali pun.

Ibuku pasti akan membunuhku jika melihat tiraiku terbuka seperti ini pada malam hari.

Aku pasti akan dihukum jika dia tahu.

Ketika aku masih kecil, dia bahkan mulai menjemputku dari sekolah jika aku terlalu lama bermain dengan teman-teman.

Dengan hati-hati, aku pergi ke jendela.

Aku bisa mendengar derai hujan yang lebat di jalanan luar.

Ada badai yang akan datang, disertai dengan gemuruh guntur yang terdengar di kejauhan. Semakin cepat aku menutup jendela, semakin baik.

Aku segera menutup jendela dan kembali ke kamarku.

Tiba-tiba semburan hujan menghantam kaca dan membuatku terlonjak kaget. Aku selalu membenci guntur dan kilat…

Aku hanya perlu menenangkan diri dan pergi tidur, kataku kepada diriku sendiri sambil menarik tirai hingga tertutup. Kejadian yang menimpa Milly mulai memengaruhiku.

Aku melepas ikat rambutku dan masuk ke kamar mandi dalam. Mungkin jika aku mandi, aku bisa menghilangkan semua kecemasan yang ada di kepalaku ini.

Aku menyalakan air menjadi ekstra panas dan menanggalkan semua pakaianku.

Saat aku melangkah di bawah pancuran, aku terbawa ke dunia lain—dunia di mana aku tidak harus mendengarkan aturan orang lain sepanjang waktu.

Di mana orang tua tidak mendikte setiap keputusan yang aku buat.

Aku menyandarkan kepalaku ke ubin tembok.

“Mungkin aku ditakdirkan untuk Kawanan Kebebasan,” bisikku kepada diriku sendiri. “Kawanan di mana aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan.”

Aku sedang berpikir betapa bodohnya semua anganku ketika sebuah bayangan melintas di pandanganku.

Aku mengangkat kepalaku, terkejut. Dengan hati-hati, aku mengintip keluar kamar mandi dan melihat ke sekeliling.

Tidak ada apa-apa.

Sekarang aku merasa seperti orang konyol.

Aku keluar dari kamar mandi, dan mematikan airnya di belakangku.

Saat aku sedang mengeringkan badanku dengan handuk, aku mencoba untuk terus mengabaikan semua pikiran paranoid yang datang tiba-tiba.

Bayangan tadi itu mungkin hanya hasil imajinasiku saja. Aku dikenal memiliki imajinasi yang kuat.

Kaden bukanlah seseorang yang bisa memengaruhi imajinasiku.

Aku sepenuhnya menyadari semua ancaman yang dia berikan untukku dan keluargaku, tapi jujur saja, dalam keadaan normal, dia tak bisa membuatku takut kepadanya.

Namun, malam ini berbeda, entah kenapa, hawa dingin yang menari-nari di belakang punggungku mengacaukan semua asumsi dan keberanianku.

Dengan hanya mengenakan handuk, aku berdiri di depan cermin dan melihat pantulan diriku sendiri.

Aku terlihat sangat mirip dengan anggota Kawanan Kemurnian lainnya.

Rambutku terlihat cokelat saat basah, tapi sebenarnya berwarna pirang yang diredam.

Mata biruku lebih kusam daripada mata kebanyakan orang lainnya.

Kulitku lebih pucat, dan pipiku hampir tidak memiliki warna sama sekali.

Inilah alasan mengapa tidak ada anak laki-laki yang mau berkencan denganku. Selalu ada pilihan lain yang lebih baik dariku.

Meski begitu, aku masih mencintai diriku sendiri. Aku tidak punya pilihan lain.

Suara petir yang keras dari luar membuatku memekik pelan ketakutan dengan spontan.

Aku berterima kasih kepada Dewi Bulan karena tirai sudah menghalangi cahaya penuh dari kilatan petir.

Aku mengeringkan diri dan kembali ke kamarku, di mana aku segera berganti untuk pakaian malamku.

Tak lama kemudian aku mematikan lampu dan langsung naik ke tempat tidur dengan selimut yang ditarik sampai ke daguku.

Aku hanya ingin tertidur dan melalui badai ini hingga esok hari tanpa Kaden yang mengganggu pikiranku.

Namun, semakin aku mencoba untuk merasa nyaman di tempat tidur, semakin sulit rasanya untuk mengusirnya dari pikiranku.

Penglihatan batinku tertutup oleh bayangan-bayangan aneh.

Aku hampir saja terlelap tertidur karena suara hujan yang memercik di jendelaku, saat tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan menutup mulutku dengan kasar.

Aku tidak pernah diajari bela diri, dan semua pikiran tentang apa yang harus aku lakukan sekarang meninggalkanku dengan cepat.

Akhirnya aku mengayunkan tanganku dengan liar, berusaha menghantam apa pun itu yang menggangguku, tapi genggaman orang ini sangatlah kuat.

Aku berjuang sekuat tenaga sambil berteriak dengan tangannya yang masih menutup mulutku, meski suaranya teredam, aku terus berteriak.

Aku menendang saat ditarik dari tempat tidurku. Aku merasakan seseorang menekan leherku dengan kuat. Untuk sesaat, kupikir aku akan mati karena tercekik.

Yah, aku tidak akan diam saja tanpa perlawanan!

Kakiku adalah satu-satunya senjata yang kumiliki.

Aku menyerang, mencoba meraih pergelangan kaki penculikku dengan susah payah. Namun, setiap kali aku mencoba, kakiku hanya bertemu dengan udara.

“Tenang saja. Semuanya akan segera berakhir.”

Suara laki-laki yang lembut itu adalah hal terakhir yang kudengar sebelum aku pingsan.

 

Baca selengkapnya di aplikasi Galatea!

2

Mara

Aku merasa diriku mulai siuman, perlahan mengerjapkan mataku dan berusaha melihat sesuatu.

Namun, aku tenggelam dalam kegelapan pekat, yang membuatku kehilangan keseimbangan untuk sesaat.

Rasa sakit menembus bagian belakang kepalaku, mengiris penglihatanku menjadi berbagai warna yang cerah.

Di mana aku?

Aku dapat merasakan bahwa aku terikat pada sesuatu, dan ikatan yang mengikatku begitu keras mencengkeram pergelangan tanganku. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha mencoba mengumpulkan kesadaranku.

Rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhku luar biasa menyiksaku, tetapi tidak ada gunanya jika aku memikirkannya sekarang, aku harus mencari cara agar bisa keluar dari sini.

Aku telah diculik. Aku tahu itu.

Oleh siapa, dan mengapa, aku sama sekali tak tahu.

Sempat terlintas tentang siapa yang telah melakukan ini, tetapi aku tidak ingin memikirkannya terlalu jauh.

Jika aku telah ditangkap oleh…dia…ini akan menjadi hal yang mengerikan untuk dipikirkan.

Semua ketakutan terbesarku menjadi kenyataan, dan sepertinya tidak ada yang bisa aku lakukan untuk menghadapi hal ini.

Meskipun gelap, aku tahu aku sedang duduk di kursi, di ruangan pengap yang dingin.

Aku mencoba untuk berkonsentrasi pada lingkungan sekitarku, tetapi batin serigalaku berkedut.

Aku merasa ada seseorang yang sedang memperhatikanku.

Aku menarik pergelangan tanganku dengan sedikit lebih keras, tetapi tidak ada harapan, ikatan ini kuat sekali

Aku terperangkap di sini. Bahkan kakiku pun ternyata diikat ke kaki kursi. Tidak mungkin aku bisa membebaskan diriku sendiri untuk saat ini, jadi aku harus menunggu dengan sabar.

Mungkin jika aku tetap tenang, aku bisa menemukan cara untuk keluar dari sini.

Lalu aku mendengar langkah kaki yang mendekat. Aku membeku, terpaku merinding. Ada seseorang di ruangan ini bersamaku. Sekarang. Langkah kaki itu mengonfirmasinya.

Aku tidak berusaha kabur, hanya diam dalam ketakutan.

Aku mendengarkan dengan saksama langkah kaki itu, mencoba mengukur dari mana suara itu berasal dan di mana orang ini sekarang berada.

Siapa pun itu, mereka kini dekat denganku. Aku bisa merasakan, dan mendengarnya.

Aku menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata.

Aku berniat mengatakan sesuatu, tetapi hanya mengatakan sesuatu tidak akan membuatku keluar dari sini dan dibebaskan.

Siapa pun yang menculikku pasti punya alasan… Aku hanya perlu mencari tahu apa alasannya.

Aku sering berpikir bahwa aku ini cukup pintar. Aku selalu menjadi orang yang mempertimbangkan segala sesuatu sebelum aku melakukannya.

Sekarang, bagaimanapun juga, yang bisa kulakukan hanyalah khawatir sekaligus panik memikirkan bagaimana aku bisa keluar dari cengkeraman penculikku.

Keheningan yang kental menyelimuti seluruh ruangan ini.

Langkah kaki sudah tak terdengar lagi, dan aku merasa jantungku kembali berdegup lebih kencang.

Indraku yang dipermainkan seperti ini membuatku merasa mual.

Diculik langsung dari tempat tidurku memang merupakan pengalaman yang sangat menakutkan, tapi mengetahui bahwa seseorang ada di sini, mengawasiku, dan aku tidak dapat melihat mereka…benar-benar membuatku ingin muntah.

Aku merasa sangat terisolasi; ketenangan yang tak tertahankan ini terlalu mencekam dan membuat pikiranku semakin kalut.

“Kunci pintumu,” sebuah suara yang lembut berbisik pelan di telinga kiriku.

Aku melompat kaget, menolehkan kepalaku untuk melihat siapa yang ada di belakangku, tapi lagi-lagi aku hanya melihat kekosongan yang hitam.

Suara itu terdengar sangat tidak asing.

“Tutup rapat-rapat,” suara itu berbisik lagi, kali ini di telinga kananku.

Suara itu milik seorang pria. Lembut sekaligus serak, berbeda dengan yang pernah aku dengar sebelumnya.

Siapa pun penculik ini, aku tidak mengenalnya. Setidaknya, tidak kenal secara pribadi.

“Tutup jendelamu,” suara itu melanjutkan, kali ini dia tepat di depan wajahku. “Setiap malam.”

Aku berusaha lagi untuk melepaskan ikatanku, tapi tak membuahkan hasil apa pun, lalu aku memejamkan mata.

Ketakutanku telah menguasai seluruh tubuhku, mengusir semua keraguan dan alasan yang sebelumnya aku takutkan, yang ada di pikiranku saat ini hanyalah bagaimana cara agar aku bisa melarikan diri dari tempat yang mengerikan ini.

Sebuah jari menyentuh pipiku.

Terasa lembut, tapi ada tekanan di baliknya. Rasanya seperti sentuhan sarung tangan kulit yang licin.

“Jangan keluar, bisa jadi dia ada di luar sana,” suara itu melanjutkan, sekarang terdengar lebih jauh.

Aku ingin berteriak ketakutan. Aku ingin lepas kendali. Aku ingin berlari dari sini.

Namun, aku membatu. Aku tidak bisa bergerak sama sekali. Bahkan jika aku berdiri tanpa diikat pun, aku ragu akan melakukan semua hal itu.

Langkah kaki itu kini berjalan semakin dekat hingga akhirnya berhenti tepat di depanku.

Jantungku mencelus.

Pria ini, siapa pun dia, bisa membunuhku dalam sekejap. Dia bisa membunuhku dan aku tidak bisa melakukan apa pun untuk menghentikannya.

“Selalu hidup dalam kewaspadaan dan ketakutan total.”

Aku terkesiap saat merasakan napas hangatnya berembus tepat di hadapan wajahku. Dia terasa sangat dekat dengan wajahku saat ini.

Tiba-tiba, dalam kekalutan dan ketakutanku, aku sadar apa yang baru saja dia lantunkan.

Suaranya lembut sekaligus menakutkan, membacakan puisi dengan merdu. Puisi sama yang telah ditanamkan ke dalam benakku oleh orang tua dan guruku selama bertahun-tahun ketika aku kecil dulu.

“Bahkan jika berarti kau harus mengorbankan jodohmu,” suara itu terdengar lagi, dan sekarang datang dari arah belakangku.

Aku bisa merasakan napasnya berembus lembut di leherku, mengelus kulitku, langsung membuatku menggigil merinding.

Tak lama kemudian, aku menyadari ikatan di tanganku terlepas.

Aku terpaku dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi sekarang.

“Jangan biarkan Alpha Kaden menentukan nasibmu…”

Aku menunduk, jemariku yang basah oleh keringat berusaha melepaskan ikatan di sekitar pergelanganku.

Satu-satunya harapanku adalah pergi dari sini secepat mungkin, berlari dari siapa pun yang ada di ruangan ini yang sekarang sedang mempermainkanku.

Tidak diragukan lagi dia senang melihatku ketakutan dan berjuang untuk bertahan hidup seperti ini, dan aku tidak akan memberinya kepuasan lebih jauh lagi.

Setelah kedua simpul ikatanku terlepas, aku hendak melompat dan mencoba menjauh dari orang ini, tanganku kurentangkan, menjaga jika aku menabrak dinding.

Pandanganku masih tidak bisa melihat apa-apa, aku takut jika aku tidak bergerak dengan cepat, aku pasti akan menemui ajal yang tidak menguntungkanku sama sekali.

Aku akan menemukan dinding itu tak lama lagi.

Kertas dindingnya terasa lembut di ujung jemariku, dibandingkan dengan beton yang dingin dan keras di bawah kakiku.

Aku menyandarkan keningku di sana, mencoba menenangkan diriku sendiri.

“Kamu tidak bisa lepas dari sesuatu yang tidak bisa kamu lihat,” suara pria itu terdengar lagi dari belakangku.

Kali ini aku berteriak. Jeritan nyaring dan melengking bersamaan dengan aku yang mengayunkan tanganku. Namun, tidak ada apa-apa di sana.

Apakah aku sudah gila?

Aku tersandung ke kanan, tanganku refleks menahan di dinding.

Aku harus menemukan jalan keluar dari sini. Tawa yang terdengar dari ujung ruangan membuatku semakin pusing.

“Apa ini semacam permainan?” aku menjerit.

Aku tidak yakin apakah penculikku bisa melihatku.

Dia pasti bisa, aku beralasan, dia pasti tahu di mana aku berada setiap saat.

Tentu saja ini permainan—permainan aneh dan gila yang dijalankan oleh orang yang sama-sama tak waras juga.

Aku terus berjalan sampai bisa merasakan permukaan kaca dari kaca jendela di ujung jemariku.

Semburan harapan memenuhi benakku, tapi aku harus tetap berpikir jernih.

Penculikku tidak akan pernah membiarkanku keluar dengan mudah seperti ini. Mungkin ada sesuatu yang sudah dia rencanakan.

Namun, itu adalah risiko yang harus aku ambil. Aku tidak punya pilihan lain selain mencobanya.

Aku menghantamkan tanganku ke kaca, tapi kaca itu tidak pecah. Kaca itu hanya melentur dan memantulkan pukulanku.

Aku jatuh berlutut dengan putus asa. “Kenapa aku di sini?” Aku bertanya kepada kehampaan di udara.

Tepat ketika kata-kata itu keluar dari mulutku, sebuah lampu menyala, membutakanku dalam sekejap.

Aku menutup mataku dengan cepat agar bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitarku. Aku sudah begitu lama dalam kegelapan.

Setelah berkedip beberapa kali, aku mulai bisa melihat apa yang ada di sekitarku.

Kamar yang aku tempati ternyata lebih besar dari yang aku kira. Kursi yang baru saja aku tinggalkan berada tepat di tengah ruangan.

Dan di kursi itu duduk seorang pria.

Aku tidak bisa melihat banyak penampilannya. Dia memakai semacam tudung yang menutupi wajahnya.

Pakaiannya terbuat dari kulit berwarna hitam, dan aku bisa melihat bahwa dia bertubuh besar, dengan tubuh yang terlihat kuat.

Melihat penculikku untuk pertama kalinya di depanku seperti ini ternyata sangat menakutkan. Aku benar-benar sangat ketakutan, tapi di sisi lain aku juga memiliki keinginan untuk berlari ke arahnya dan menyerangnya.

Dia duduk bersantai dengan nyaman, memutar-mutar seutas tali di tangannya yang tertutup sarung tangan.

Sepertinya tali sama yang digunakan untuk mengikatku di kursi tadi.

“Kamu mau tahu kenapa aku hanya menculik gadis dari Kawanan Kemurnian?” dia bertanya.

Suaranya lembut dan halus, meskipun aku mendengar setiap kata yang dia ucapkan, tapi aku mengabaikannya dan memilih untuk menanyakan pertanyaanku sendiri.

“Apakah kau Alpha Kaden?”

“Reputasiku ternyata begitu terkenal, ya,” dia terkikih. “Kau gadis cerdas. Jawab pertanyaanku, kenapa aku selalu menargetkan gadis-gadis dari Kawanan Kemurnian?”

Aku tidak punya waktu untuk memikirkan jawaban yang super cerdas, jadi aku langsung mengatakan hal pertama yang terlintas dalam pikiranku.

“Karena kau pengecut.”

Dia tertawa geli, lalu melemparkan tali dengan santai ke atas bahunya dan berdiri.

Aku melihatnya dengan gugup saat dia berjalan mendekat, gaya berjalannya menunjukkan dia seperti melayang di lantai, langkahnya begitu lembut. Aku mundur sejauh mungkin ke dinding di belakangku.

“Ini tidak ada hubungannya dengan menjadi pengecut atau tidak. Dan sebelum kamu bertanya, ini bukan dendam terhadap alpha di kawananmu. Dia pria yang cukup menyenangkan,” katanya kepadaku.

Dia berdiri tepat di hadapanku sekarang, kepalanya miring melihat ke arahku. Aku masih tidak bisa melihat wajahnya yang tertutup oleh bayangan.

Dia melipat kedua tangannya di dadanya.

“Aku benci hal yang menyenangkan.” Dia berlutut di depanku, tinggi kami sejajar sekarang. Tanpa sadar napasku tercekat di tenggorokan.

Aku benci dia berada di dekatku seperti ini.

Dan aku benci tidak punya nyali untuk langsung menyerang dan menyakitinya.

“Aku menculik gadis-gadis dari Kawanan Kemurnian karena mereka lemah, menyedihkan, dan percaya kepada makhluk omong kosong yang hidup di atas langit,” katanya kepadaku.

Jadi, itu dia alasannya. Sesuai dugaanku, entah bagaimana, aku tidak berharap banyak darinya. Aku memberinya tatapan tajamku, meskipun takut setengah mati.

“Yah, aku merasa hal itu lucu saja,” jawabnya sambil tertawa.

Aku ingin menamparnya sekuat tenaga karena mengatakan hal-hal seperti itu, tapi aku bahkan tidak yakin apakah dia memiliki wajah. Dan itu yang paling membuatku takut.

“Jadi, apa… Aku peliharaanmu sekarang? Atau kau akan menjualku ke salah satu anggota kawananmu yang lain?” Aku bertanya dengan marah.

Selama hidupku, aku tidak pernah ingin menyakiti seseorang seperti saat ini.

Bagaimana dia bisa melakukan semua ini kepadaku? Atau bahkan kepada orang lain?

Dia telah mengganggu hidupku bahkan sebelum aku sempat menjalaninya dengan normal.

“Kau tidak akan bernasib sama seperti gadis-gadis yang lain . Tenang saja, bahkan kau tak akan bertemu kawananku yang lain. Tidak, aku punya rencana yang berbeda untukmu.”

Dia mengatakan ini dengan perlahan, seolah-olah aku punya pilihan dalam hal ini.

“Aku telah memperhatikanmu selama beberapa waktu ke belakang,” katanya. “Aku tahu kau biasanya tidak takut kepadaku.” Dia menjalin jemari di kedua tangannya. “Meskipun mungkin sekarang takut kepadaku…”

Aku memutuskan melakukannya, Jadi, aku menerjangnya dengan tiba-tiba, berusaha menyakitinya dengan cara tertentu.

Namun, dia hanya menangkapku sebelum aku bisa melakukan hal apa pun.

Kulitku bersentuhan dengan sarung tangan kulitnya selama beberapa detik saat dia memegang pergelangan tanganku, lalu dia melemparkanku dengan mudah seperti aku ini adalah sampah.

Aku mendarat dengan keras di tanah dan meringkuk kesakitan.

“Kau penuh semangat dan ganas,” komentarnya datar. “Kau yakin berasal dari Kawanan Kemurnian?”

Aku tetap membungkuk di tanah, mengelus bagian tubuhku yang sakit.

“Yang harus kau pahami,” dia memberitahuku dengan sabar, “adalah aku seorang alpha, dan kau hanyalah permainan kecilku. Sedangkan aku bukan permainanmu.”

Apakah dia baru saja menetapkan batas? Apakah aku diperingatkan untuk tidak mencoba hal seperti itu lagi?

Jika aku tidak berada dalam belas kasihan pria ini sepenuhnya, aku akan mencoba serangan lain kepadanya sekarang untuk menunjukkan apa yang aku bisa lakukan.

Namun, aku masih bisa bersuara.

“Aku tidak akan pernah menjadi budakmu,” geramku kesal.

Dia tertawa.

Kaden tertawa… Aku berada di hadapan seorang alpha yang paling mematikan di dunia ini.

Dia belum pernah menunjukkan belas kasihan kepada siapa pun, jadi mengapa dia menunjukkan belas kasihannya kepadaku?

“Nasibmu akan sedikit lebih menarik daripada hanya menjadi budak,” gumamnya.

Dia menghampiriku dan mengulurkan tangannya.

Aku tidak ingin menerimanya, tapi aku tahu bahwa jika aku tidak menyambut tangannya, dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih buruk kepadaku.

Kubiarkan dia menarikku ke posisi berdiri.

Tubuhnya lebih tinggi dariku, tapi aku masih tidak bisa melihat sosok di balik tudung hitamnya.

Yang aku lihat hanyalah bayangan, kegelapan yang tak sabar untuk kubakar sampai habis.

“Aku ingin kau bertemu seseorang yang istimewa,” katanya.

Dia menepuk tangannya, dan aku mundur saat satu set pintu di sisi jauh ruangan terbuka.

Jika aku pergi ke arah sana dalam kegelapan tadi, mungkin aku sudah menemukan jalan keluar dan bisa kabur. Apa pun yang ada di sisi lain sebelah sana, pasti lebih baik dari di sini.

Seorang pria yang tampak lebih muda masuk dengan cukup angkuh.

Dia memiliki lusinan bekas luka dan goresan di lengannya yang telanjang, dan beberapa juga di wajahnya.

Pola dan jumlah cakarnya pasti berasal dari serangan serigala lain, tidak diragukan lagi.

Segala sesuatu yang terlihat padanya jelas menunjukkan bahwa dia anggota lain dari Kawanan Pembalasan.

Aku bisa tahu dari tatapan jahat di matanya bahwa aku tak akan mendapatkan belas kasihan dan simpati.

Dia tampak seperti habis dipukuli, atau jatuh dari ketinggian. Dia bahkan berjalan dengan sedikit pincang.

“Mara, perkenalkan adik lelakiku. Kace.”

 

Baca selengkapnya di aplikasi Galatea!

Kiamat

Savannah Madis adalah calon penyanyi yang riang dan ceria sampai keluarganya meninggal dalam kecelakaan mobil. Sekarang dia berada di kota baru dan sekolah baru, dan jika itu tidak cukup buruk, dia kemudian berkenalan dengan Damon Hanley, cowok nakal di sekolah. Damon benar-benar bingung dengannya: siapa gadis bermulut pedas ini yang mengejutkannya di setiap kesempatan? Damon tidak bisa mengeluarkannya dari pikirannya, dan — meskipun Savannah benci mengakuinya — gadis ini merasakan hal yang sama! Mereka membuat satu sama lain merasa hidup. Namun, apakah itu cukup?

Rating Usia: 18+ (Konten Seksual Eksplisit, Kekerasan)

Perantara yang Menawan

Zoey Curtis sangat ingin berhenti dari pekerjaannya saat ini dan menjauh dari bosnya yang berengsek! Namun, ketika ditawari pekerjaan sebagai asisten miliarder playboy bernama Julian Hawksley, dia tidak siap dengan hasrat kerinduan yang tumbuh dalam dirinya…

Rating Usia: 18+

Penulis Asli: Mel Ryle

Ditandai

Sejak hari kelahirannya, Rieka telah dikurung pada malam hari oleh keluarganya, tidak dapat memenuhi satu keinginannya: melihat bintang di malam hari.

Sekarang, 20 kemudian, dia menyusun rencana untuk menyelinap keluar dengan teman-temannya, tetapi dia tidak tahu bahwa tindakan pemberontakan sederhana ini akan mengubah hidupnya selamanya dan menempatkannya dalam incaran seorang Alpha yang tidak akan melepaskannya.

Ditemukan

Hazel Porter sudah sangat bahagia dengan pekerjaannya di toko buku dan apartemennya yang nyaman. Namun, ketika pertemuan mengerikan menjeratnya ke dalam pelukan Seth King, dia baru menyadari ada lebih banyak hal dalam hidup—JAUH lebih banyak! Dia dengan cepat didorong ke dunia makhluk gaib yang dia tidak tahu ada, dan Seth berada tepat di tengahnya: alpha yang garang, tangguh, menawan, yang tidak menginginkan apa pun selain mencintai dan melindunginya. Namun, Hazel adalah manusia biasa. Bisakah hubungan mereka benar-benar berhasil?

Si Keily Gendut

Keily selalu berukuran besar, dan meski merasa tidak aman, dia tidak pernah membiarkan hal itu menghalanginya. Setidaknya sampai dia pindah ke sekolah baru di mana dia bertemu dengan keparat terbesar yang pernah ada: James Haynes. Lelaki itu tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mengolok-olok berat badan Keily atau menunjukkan kekurangannya. Namun, masalahnya… orang-orang yang mengatakan hal-hal paling kejam sering kali menyembunyikan masalah mereka sendiri, dan James menyembunyikan sebuah rahasia BESAR. Dan itu adalah rahasia tentang Keily.

Menyelamatkan Maximus

Ketika Leila kembali ke kampung halamannya untuk menjadi dokter kawanan, dia mendapati dirinya terjebak di antara masa lalu dan masa kini—dan cinta dari dua pria—rekan dokter yang tampan dan seorang alpha yang memiliki rahasia. Namun, siapa yang akan membuat jantungnya berdegup lebih kencang?

Buas

Kami hanya berbicara dengan satu bahasa. Seks.

Dia memegang rambutku, tubuhku dipeluk dengan erat di lengannya yang lain. Aku sudah sangat basah di bawah sana, hingga tidak yakin apakah bisa menerima penetrasinya jika dia masuk ke dalam tubuhku.

Dia membuatku terbungkuk di atas meja dengan agresif, hal ini justru menyebabkan libidoku semakin memuncak. Aku bisa merasakan kejantanannya yang keras memijat belakang bokongku.

Aku menghela napas dengan gairah. Membutuhkannya. Di sini. Saat ini…

Menikahi Sang CEO

Seorang pelayan restoran yang berjuang untuk merawat adiknya yang sakit mendapat tawaran yang tidak bisa dia tolak. Jika dia bersedia menikahi CEO yang kaya dan dominan, serta memberinya ahli waris dalam waktu satu tahun, sang CEO akan membayarnya satu juta dolar dan membantu adiknya mendapatkan operasi yang dibutuhkan. Akankah kehidupan di kastil menjadi siksaan, atau bisakah dia menemukan kebahagiaan? Bahkan mungkin cinta?

Tamu Alpha

Georgie telah menghabiskan masa hidupnya di kota pertambangan batu bara, tetapi baru setelah orang tuanya meninggal di depan matanya, dia menyadari betapa kejam dunianya. Tepat ketika dia berpikir bahwa tidak akan ada hal yang lebih buruk, remaja 18 tahun itu tersandung masuk ke wilayah kawanan manusia serigala penyendiri, yang dikabarkan merupakan pemilik tambang. Terlebih lagi, alpha mereka tidak terlalu senang melihatnya…pada awalnya!

Diculik oleh Jodohku

Belle bahkan tidak tahu bahwa manusia serigala itu ada. Di pesawat menuju Paris, dia bertemu Alpha Grayson, yang mengeklaim dia adalah miliknya. Alpha posesif itu menandai Belle dan membawanya ke kamarnya, di mana dia berusaha mati-matian untuk melawan gairah yang membara di dalam dirinya. Akankah Belle tergoda oleh gairahnya, atau bisakah dia menahan hasratnya sendiri?