Beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-18, Aurora Craton merasakan tarikan jodohnya saat bekerja sebagai pelayan di pesta kepemimpinan kawanan. Ternyata jodohnya adalah Alpha Wolfgang dari Kawanan Bulan Darah. Ketika sang Alpha mengetahui jodohnya hanyalah seorang pelayan, dia tidak hanya menolak untuk menerimanya, tapi juga mengancam untuk menandainya sebagai serigala liar jika Aurora berani memberi tahu siapa pun bahwa dia adalah jodohnya. Aurora tidak punya pilihan selain tetap berada di dalam kawanan, ditakdirkan untuk sendirian. Namun, pasti ada alasan mengapa Dewi Bulan menyatukan mereka…
Dibenci oleh Jodohku – Natchan93

Aplikasi ini telah menerima pengakuan dari BBC, Forbes dan The Guardian karena menjadi aplikasi terpanas untuk novel baru yang eksplosif.

Baca selengkapnya di aplikasi Galatea!
1
Beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-18, Aurora Craton merasakan tarikan jodohnya saat bekerja sebagai pelayan di pesta kepemimpinan kawanan. Ternyata jodohnya adalah Alpha Wolfgang dari Kawanan Bulan Darah. Ketika sang Alpha mengetahui jodohnya hanyalah seorang pelayan, dia tidak hanya menolak untuk menerimanya, tapi juga mengancam untuk menandainya sebagai serigala liar jika Aurora berani memberi tahu siapa pun bahwa dia adalah jodohnya. Aurora tidak punya pilihan selain tetap berada di dalam kawanan, ditakdirkan untuk sendirian. Namun, pasti ada alasan mengapa Dewi Bulan menyatukan mereka…
Rating Usia: 16+
Penulis Asli: Natchan93
Perkawinan…
Menandai…
Pasangan…
Cinta sejati…
Tumbuh dewasa dalam masyarakat serigala, aku sering mendengar kata-kata itu di desa kami.
Ya, kamu membacanya dengan benar. Masyarakat serigala.
Aku adalah manusia serigala. Percaya atau tidak, kami memang ada. Faktanya, kami hidup di antara manusia, tidak diketahui oleh mereka.
Kami biasanya berjalan dalam wujud manusia dan kami mengembangkan kemampuan untuk berubah menjadi serigala begitu berusia 18 tahun.
Dan ketika itu terjadi, kami menemukan jodoh.
Jadi, Dewi Bulan sudah memasang-masangkan kami untuk satu sama lain. Dan begitu kami menemukannya, kami tidak mencintai siapa pun kecuali satu orang itu selama hidup kami.
Namun, tidak banyak dari kami yang memiliki kesempatan itu. Di zaman sekarang ini, seorang manusia serigala jarang menemukan jodohnya.
Sebagian besar karena jumlah kami semakin sedikit setiap hari, karena perburuan terus-menerus yang kami hadapi dari manusia pemburu dan pelacak serigala liar.
Orang tuaku adalah salah satu dari sedikit orang yang beruntung menikah dengan jodoh mereka.
Ayah bertemu ibuku di suatu pertemuan desa-desa tetangga dan mereka langsung jatuh cinta. Namun, sayangnya ibuku meninggal saat melahirkanku—Aurora Craton.
Ayahku menikah lagi karena duka nestapa, dan istri keduanya, yang menjadi ibu tiriku, mengambil alih urusan rumah tangga Craton.
Ayah adalah seorang prajurit di kawanan kami, gamma lebih tepatnya, tetapi dia meninggal saat bertugas lima tahun yang lalu.
Sekarang, tinggal beberapa hari lagi aku menginjak usia 18 tahun. Aku gugup akhirnya bisa berubah menjadi serigala.
Dan yang lebih penting, menemukan jodohku.
“Aurora! Apa cuciannya sudah selesai? Makan malam sudah siap,” teriak ibu tiriku dari dalam rumah.
“Aku ke sana, Bu!” teriakku sambil menggantung pakaian terakhir di tali jemuran. Aku menatap ke langit, menikmati kehangatan sinar matahari.
Ini pemandangan yang langka karena kami tinggal di sebuah desa kecil bernama Iliamna, di Alaska.
Kawanan kami, Kawanan Bulan Darah, hidup di antara manusia yang tidak mengetahui keberadaan kami.
Saat melangkah ke dalam rumah, aku disambut oleh seringai mengerikan ibu tiriku.
“Kenapa lama sekali? Aku kelaparan!” katanya.
“Ibu bisa mulai duluan,” kataku sambil duduk di meja dan mulai makan.
Aku harus mengakui, masakan ibu tiriku, Montana, enak sekali.
“Jadi, Rory… Beberapa hari lagi kamu akan menjadi dewasa, kan?” tanya ibu tiriku.
Aku mendongak dari piring makananku. “Hah? Oh… Ya,” gumamku, mengalihkan perhatian kembali ke makananku.
“Kamu tahu… Sudah saatnya kamu mulai menghasilkan uang sendiri. Dana pensiun ayahmu, Rodrick, tinggal sedikit.”
Aku menatapnya lagi, hampir tersedak makananku. “Apa?”
“Ya, dan dari awal jumlahya memang tidak seberapa, sayang. Soalnya, kita harus berbagi untuk kebutuhan berdua, jadi itu berdampak besar pada jumlahnya,” katanya.
“Jadi, aku memutuskan untuk mengajukanmu bekerja di rumah pemimpin. Mereka sangat membutuhkan pelayan rumah tangga karena sebentar lagi perayaan ulang tahun Alpha,” lanjutnya.
“Ibu melakukan apa!” aku berteriak. Aku berdiri tiba-tiba, kursiku terjatuh di belakangku. “Teganya Ibu?”
“Sudah-sudah, Rory! Sudah waktunya kamu membantu untuk membiayai pengeluaran kebutuhan kita.”
Dia melipat tangannya di depan dada. “Pesta Alpha adalah salah satu acara terbesar tahun ini. Mereka membutuhkan tenaga ekstra dari siapa pun yang bisa membantu mereka.”
Dia mengernyitkan alisnya padaku. “Pikirkan itu! Mungkin kamu akan bertemu jodohmu pada malam itu.”
Aku tidak bisa memercayainya. Aku mendengus kesal dan melangkah ke kamarku. Aku tidak tahan berada di dekatnya lebih lama lagi.
Bukan karena dia orang jahat. Dialah yang membesarkanku setelah Ayah meninggal.
Namun, dia terkadang sangat menyebalkan, menganggap apa pun keputusannya untukku adalah pilihan yang tepat.
Aku mengambil ponsel dan melakukan panggilan video ke sahabatku, Emma Johnson.
“Hei, Sayang!” dia menyapaku dengan topeng hitam mengerikan di wajahnya.
“Apa itu di wajahmu?” Aku bertanya kepadanya dengan alis terangkat.
“Oh, ini masker arang. Rekomendasi dari Tracy, jadi kupikir aku coba saja,” katanya sambil mengangkat bahu sambil makan Cheetos.
“Jadi, apa rencana untuk ultahmu? Kamu pasti sangat bersemangat akan jadi 18 tahun. Kamu akan bertemu dengan jodohmu!” dia memekik senang.
Aku memutar mataku.
“Aku enggak sabar menunggu sampai aku jadi 18 tahun,” lanjut Emma.
“Pertama-tama, aku enggak yakin apa aku akan bertemu dengan jodohku. Kau kan tahu itu sesuatu yang langka terjadi.”
Aku berguling di tempat tidur dan memeluk boneka beruangku. “Dan aku akan bekerja pada hari ulang tahunku, jadi enggak bisa melakukan apa-apa juga.”
“Loh, kenapa kamu bekerja pas malam itu?” dia terkesiap. “Ya Tuhan. Jangan bilang kamu sengaja melakukannya!” Dia menatapku dengan curiga.
“Enggak, bukan aku, tapi ibu tiriku yang melakukannya.” Kataku sambil memutar bola mata lagi.
“Apa?! Kenapa dia melakukan itu?” Emma bertanya, bingung.
“Dia bilang, itu akan jadi cara terbaik bagiku untuk menemukan jodohku.”
“Oh ayolah! Dia tidak mungkin serius!” Lubang hidung Emma melebar. “Kadang-kadang aku benar-benar enggak mengerti pikiran ibu tirimu.”
“Ya, yah… Aku enggak bisa apa-apa. Aku hanya akan pergi ke pesta dansa bodoh itu, bekerja semalaman, mendapatkan uangku, dan pulang ke rumah.” kataku, menahan menguap.
“Ya sudah… Kalau kamu bilang begitu. Aku akan meneleponmu lagi nanti, ya. Aku akan melepaskan masker ini dari wajahku dan makan dulu. Aku cinta kamu, Sayang,” katanya, melompat dari tempat tidurnya.
“Aku lebih cinta kepadamu.”
Aku mematikan panggilan video dan berbaring di tempat tidurku.
Apa sangat penting bagiku untuk menemukan jodohku?
Itu bahkan bukan sesuatu yang umum lagi.
Bagaimana kalau dia orang yang aneh?
Pertanyaan demi pertanyaan melintas di kepalaku sampai aku tertidur.
Aku terbangun beberapa jam kemudian. Aku bangun dari tempat tidur dan menuju ke bawah, lalu menyadari aku sendirian di rumah.
“Ibu pasti sudah pergi,” aku bertanya-tanya dengan suara keras sebelum kembali ke kamarku. Aku tidak ingin makan, jadi tidak repot-repot menyiapkan apa pun untuk makan malam.
Seperti biasa, ibu tiriku sedang pergi, jadi aku juga tidak perlu mengkhawatirkannya. Akan tetapi, kata-kata bodohnya terus terngiang-ngiang di pikiranku.
Bagaimana kalau aku bertemu jodohku pada malam itu?
Apa aku akan segera pergi bersamanya?
Akankah dia menyukaiku? Akankah aku menyukainya?
“Ugh! Ini sangat menyebalkan!” Aku mendengus, meremas bantalku.
Keesokan harinya, aku terbangun karena suara berisik di pintu kamarku.
“Aku bangun, aku bangun!” Aku berteriak. Aku berguling dan bangun dari tempat tidur, lalu terseok-seok ke pintu dan membukanya, lalu melihat ibu tiriku di situ.
“Ibu mau apa?” Aku bertanya.
“Sayang, kamu harus berpakaian sekarang. Kamu harus sampai di rumah pemimpin dalam satu jam,” katanya sambil menyeringai kepadaku.
“Kenapa?” aku bertanya, jengkel.
“Apa maksudmu, 'kenapa'? Kita sudah membahas ini, Aurora,” katanya.
“Tidak, kita tidak membahasnya! Ibu yang membuat keputusan ini untukku!” Aku membalasnya. “Ibu tahu? Aku akan pergi dan mudah-mudahan aku akan menemukan jodohku sehingga dia bisa membawaku pergi dari tempat ini, lalu menjauh dari Ibu!”
Setelah itu, aku membanting pintu hingga tertutup di depan wajahnya.
Satu jam kemudian, aku sudah berpakaian dan dalam perjalanan ke rumah pemimpin, bergumam tentang betapa menyedihkannya hidupku.
Aku sama sekali tidak tahu…
“Aku mungkin harus minta maaf kepada ibu tiriku saat kembali ke rumah,” aku bergumam sendiri.
Saat aku mendekati rumah pemimpin, aku tercengang karena kemegahannya. Rumah ini besar sekali.
Berapa banyak orang yang tinggal di sini?
Seorang penjaga berdiri di pintu masuk. Dia menatapku dari ujung kepala sampai kaki sebelum dia berbicara.
“Apa keperluannya?”
“Umm, aku dipekerjakan sebagai pelayan rumah tangga untuk membantu perayaan pesta Alpha,” jawabku, agak terintimidasi.
“Nama?” dia bertanya, mengeluarkan papan berjalan.
“Oh, um… Aurora Craton, Pak,” aku berhasil mengucapkannya.
Dia memeriksa daftarnya, lalu mengangguk. Butuh beberapa detik bagiku untuk memahami itu berarti aku diizinkan masuk.
Aku hanya pernah ke rumah pemimpin sekali sebelumnya, ketika ayahku masih hidup.
Waktu itu aku berumur sekitar 6 tahun dan kami sedang bermain bersama di taman ketika dia dipanggil untuk rapat penting.
Karena tidak ada orang lain yang bisa mengawasiku waktu itu, dia membawaku bersamanya.
Aku ingat dia mendudukkanku di kursi yang ada di luar aula pertemuan.
“Duduk di sini, Rory. Ayah hanya sebentar.” Dia menepuk kepalaku dan masuk ke ruangan yang penuh dengan manusia serigala lainnya.
Saat aku duduk di sana, seorang pria besar datang berjalan ke arah kursiku.
Dia memiliki rambut panjang hitam legam, bermata gelap seperti batu onyx, dan ada luka mengerikan di wajahnya.
Di sampingnya ada seorang anak kecil, dengan potongan rambut hitam legam yang sama dengannya dan mata biru cerah. Dia sedang berdebat dengan pria yang lebih tua itu.
“Namun, aku calon Alpha, Ayah! Seharusnya aku hadir di pertemuan itu denganmu!”
Itu adalah Alpha kawanan dan putranya.
“Kamu masih belum siap untuk rapat seperti ini, Nak,” jawab Alpha dengan suara monoton dan ekspresi tabah.
Saat mereka mendekat ke tempat aku duduk, aku segera turun dari kursi dan menundukkan kepala dengan hormat.
Itulah yang selalu dilakukan ayahku dan penduduk desa lainnya ketika mereka melihat Alpha.
Mereka tidak menggubris kehadiranku, meskipun berdiri tepat di depanku. Mereka tetap melanjutkan perdebatan mereka.
“Mereka membunuh ibuku! Para bajingan itu membunuhnya dan aku ingin mereka mendapat ganjarannya!” anak itu berteriak kepada ayahnya.
Dia gemetar dan air matanya siap menetes dari sudut matanya.
Ayahnya berdiri saja di situ, tanpa ekspresi, sebelum akhirnya bicara.
“Nak, saat tiba waktunya, kamu akan bergabung dengan kami di aula pertemuan, tapi sekarang, lanjutkan pelajaran bertahanmu,” kata pria itu sambil meraih kenop pintu.
“Aku akan membalaskan dendam ibumu,” kata Alpha dengan nada seram sebelum menghilang di balik pintu.
Aku mengangkat kepalaku sedikit untuk melihat anak laki-laki itu menatap pintu. Matanya merah karena air mata yang tak terbendung, tangannya mengepal erat.
Dia akhirnya menyadari kehadiranku. Dia berbalik menghadapku dengan tatapan tajam, dengan cepat menyeka air mata dengan lengannya.
“Sudah berapa lama kamu di sini? Siapa yang mengizinkanmu masuk?” dia bertanya, masih memelototiku.
“Mmmm… Ayah dipanggil untuk pertemuan penting dengan Alpha dan para tetua, Tuan.” Aku segera menjawab, menundukkan kepalaku sekali lagi.
“Siapa ayahmu? Siapa namanya?” dia bertanya, masih tidak yakin.
“Rodrick Craton, Tuan.” aku menjawab, gelisah dengan tanganku.
“Craton? Ayahmu adalah Gamma?” dia bertanya, kali ini lebih pasif.
Pada saat itu, aku tidak begitu akrab dengan status kawanan. Aku tahu ada alpha, pemimpinnya. Lalu ada Beta, wakilnya.
Dan Gamma, yang bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan mengatur semua acara dan pertemuan.
Lalu ada para tetua, tabib—atau dokter serigala—, para prajurit, para pencari dan pembawa damai.
Saat itu, aku tahu Ayah memiliki peran penting dalam kawanan, tetapi aku tidak mengerti seberapa besar peran itu.
“Em… ya?” Aku menjawab.
“Itu jawaban atau pertanyaan?” katanya mengejek.
“Eh… Jawaban, Tuan. Ayahku adalah Gamma,” kataku, mencoba berbicara dengan lebih percaya diri.
Dia menatapku sejenak, lalu menggelengkan kepalanya dan melambaikan tangannya tanda menyuruhku pergi.
“Lanjutkan dengan.. Apa pun yang tadi kamu lakukan, kurasa.” Setelah itu, dia berbalik dan pergi.
“Kau, yang di sana!” Aku tersentak dari lamunanku oleh suara seseorang yang meneriakiku.
Seorang wanita berusia akhir 50-an berjalan ke arahku secepat mungkin. Wajahnya cemberut.
“Apa kau salah satu pelayan rumah tangga sukarela untuk pesta besar?” dia bertanya kepadaku.
“Y–ya, Bu. Aku Aurora Craton, Bu.” kataku sambil menundukkan kepala.
Aku merasakan tepukan ringan di bahuku dan mengangkat kepalaku lalu melihat wanita itu menutup mulut dengan tangannya.
“Rory?” dia bertanya.
“Ya, Bu,” jawabku, bingung dengan perubahan sikapnya.
Dia mengejutkanku dengan memelukku penuh sukacita.
“Ooh, Rory! Terakhir kali aku melihatmu, kau hanyalah seorang gadis kecil. Kau sudah besar sekali sekarang!” Dia mendorongku ke belakang, menatapku dari ujung kepala sampai kaki.
“Apa kau sudah menemukan jodoh?” dia bertanya.
“Umm, belum, Bu. Aku baru akan berumur 18 tahun beberapa hari lagi. Apa… Apa aku mengenalmu?” Aku bertanya.
“Oh! Maafkan, anakku. Namaku Kala. Kepala pelayan rumah tangga di sini dan bidan desa. Aku kenal ayahmu, saat dia masih menjadi Gamma kawanan. Aku juga mengenal ibumu.”
Wajahnya berubah sedih. “Aku ada di sana pada hari dia…” dia terdiam. “Maaf aku tidak bisa menyelamatkannya, sayang.”
Aku memegang bahunya untuk meyakinkannya. “Tidak apa-apa, Bu Kala,” kataku sambil tersenyum. “Senang berkenalan denganmu.”
“Jadi, kau di sini untuk membantu kami pada malam pesta besar besok, Say?” dia bertanya sambil mulai berjalan ke arah tadi dia datang.
Aku mengikutinya.
“Ya, Bu. Ibu tiriku yang mengajukanku. Aku minta maaf karena aku bahkan tidak tahu bantuan apa yang dibutuhkan,” kataku sambil menggaruk kepala.
“Yah, syukurlah dia mengajukanmu. Kami butuh semua bantuan yang bisa kami dapatkan,” katanya. Selagi bicara, dia membuka dua pintu emas besar yang mengarah ke aula besar.
Tidak heran mereka membutuhkan semua bantuan yang bisa mereka dapatkan, pikirku.
Tempat ini sangat besar!
Baca selengkapnya di aplikasi Galatea!
2
Butuh 1,5 hari penuh bagi kami menyiapkan tempat ini untuk pesta.
Bu Kala mengatakan kepadaku, akan ada lebih dari 600 tamu, termasuk kawanan kami dan kawanan-kawanan tetangga, dalam rangka perjanjian damai.
Setelah kami selesai, Bu Kala menyuruhku pulang untuk beristirahat selama beberapa jam. Aku harus kembali ke rumah pemimpin saat senja. Pesta baru akan dimulai pukul 21.00.
Sesampainya di rumah, aku disambut pemandangan mengerikan, ibu tiriku sedang berjalan-jalan telanjang.
“Idiiihhh!” kataku keras, untuk menarik perhatiannya. “Ibu tahu, ruangan-ruangan di rumah ini dibuat khusus untuk menjaga privasi kita. Bukannya malah berjalan-jalan telanjang bulat di sekitar rumah.”
Aku berbalik, menunggunya berpakaian.
“Oh, maaf, Say. Aku tidak mengira kamu akan kembali begitu cepat. Aku baru saja pulang dari patroli di wilayah selatan desa,” jawabnya acuh tak acuh.
Ibu tiriku adalah seorang pencari, dengan indra penciuman yang tajam.
Kadang-kadang, Alpha menugaskannya berpatroli untuk melihat apakah dia bisa mengendus aroma para serigala liar yang mengintai di sekitar perbatasan akhir-akhir ini.
“Terserahlah,” aku memutar mataku ke arahnya, lalu langsung pergi ke kamar dan merebahkan diriku di tempat tidur.
Aku mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa, jadi aku bangun dan turun ke bawah untuk menyiapkan makan malam.
Begitu sampai di lantai pertama, kusadari aku benar-benar sendirian di rumah. Ibu tiriku pasti pergi lagi.
Aku mengangkat bahu. “Lebih baik begini.”
Aku pergi ke dapur dan membuat pasta, lalu duduk di depan TV dan mulai mencari film untuk ditonton.
Ponselku berdering. Aku menunduk, tersenyum ketika melihat ternyata temanku yang menelepon.
“Hei, Em,” jawabku sambil terus menggulir daftar film di TV.
“Jadi… Bagaimana dengan bersih-bersih dan persiapannya untuk pesta besar?” dia bertanya.
“Sejauh ini, melelahkan. Rumah itu besar sekali. Kupikir kami enggak akan pernah selesai menghiasnya.” Aku memasukkan sesendok penuh pasta ke dalam mulutku sambil bicara.
“Ugh, aku bisa membayangkannya. Pukul berapa acaranya mulai?” dia bertanya.
“Aku harus siap di sana sekitar pukul 17.30. Cobaan sesungguhnya dimulai pukul 20.00.”
“Kira-kira pukul berapa kamu akan selesai?” dia bertanya.
“Entahlah, tapi aku yakin enggak sebelum tengah malam.”
“Yah… Menyebalkan. Kalau begitu, aku mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu besok, ya.”
“Iyalah, mereka menyuruhku untuk meninggalkan ponsel di rumah, jadi aku enggak akan membaca pesan teks apa pun sampai aku pulang.”
Emma menggeram. “Itu menyebalkan.”
Mau tidak mau aku tertawa terbahak-bahak
Kami mengobrol dan tertawa semalaman. Aku hampir tidak memperhatikan waktu berlalu.
Beberapa jam kemudian, aku bergegas menuju ke rumah pemimpin. Aku tiba di gerbang, lalu masuk ke dalam.
Begitu masuk, aku pergi ke ruang pelayan, tempat aku berganti pakaian dinasku.
Seragamnya terdiri dari kemeja putih lengan panjang, dasi kupu-kupu merah, celana hitam berpinggang tinggi, dan sepatu hak hitam.
Setelah kami berpakaian, semua pelayan menuju ke ruang pesta, di mana lampu diredupkan. Kami masing-masing mengeluarkan nampan dan bersiap menerima tamu.
Bu Kala menugaskan kami masing-masing dengan area meja khusus yang harus kami perhatikan, lalu memerintahkan kami untuk berdiri di dinding terdekat dengan bagian itu.
Tempat ini segera dipenuhi oleh orang-orang, semuanya mengenakan pakaian termahal mereka.
Kawanan yang terakhir masuk adalah sekutu kami, Kawanan Bulan Biru dari barat.
Alpha mereka masuk, bersama putrinya, Tallulah Wilhelm. Dia adalah gadis paling cantik yang pernah kulihat.
Dia memiliki rambut pirang panjang yang indah, kulit yang cerah, dan mata cokelat yang berbinar. Seluruh dirinya memancarkan kesempurnaan.
Setelah mereka, masuklah Gamma kawanan kami, Remus Bowman, yang berusia 20-an akhir. Dia bergandengan tangan dengan jodohnya, Aspen.
Remus memiliki rambut cokelat tua, dengan beberapa helai rambut abu-abu di sana-sini. Dia memiliki mata cokelat dan merupakan salah satu pria terpendek di desa kami.
Namun, meskipun ukuran badannya kecil, dia bukan hanya salah satu yang terpintar di kawanan kami, tapi juga yang terkuat.
Berikutnya giliran Beta, Maximus Barone. Dia tinggi dengan rambut pirang kusam dan mata hijau.
Semua gadis tergila-gila kepadanya, terlepas dari kenyataan dia itu mata keranjang. Dialah yang terkuat kedua di dalam kawanan.
Terakhir, tapi yang tidak kalah penting, pria dalam sorotan melangkahkan kaki ke aula.
Alpha kami, Wolfgang Fortier Gagliardi. Jika wanita tergila-gila kepada Beta, maka dia adalah pejantan unggul yang sebenarnya.
Dia memiliki rambut hitam legam yang selalu terlihat seperti baru bangun tidur dan mata yang begitu biru bersinar bagaikan batu safir.
Badannya besar, dan aku bisa melihat otot-ototnya menonjol di balik pakaiannya. Seakan dia dibuat oleh sang dewi bulan sendiri.
Namun, ada satu masalah dengannya…
Pria itu tidak tahu bagaimana caranya tersenyum atau bersikap baik kepada siapa pun.
Meskipun dia sangat tampan sekali, cibirannya, dikombinasikan dengan aura Alpha yang kuat, membuat orang-orang lari darinya.
Sebagian besar waktunya dihabiskan bersama dengan Beta, yang kebetulan adalah teman masa kecilnya. Atau dengan Tallulah, putri Alpha lain.
Untuk sesaat, mata kami bertemu dan tatapannya yang tajam membuatku terpaku di tempat. Hanya sepersekian detik, tapi itu cukup untuk menimbulkan gejolak besar di dalam diriku.
Begitu Alpha duduk di tempatnya, semua orang melakukan hal yang sama.
Dan pesta pun dimulai.
Semua berlalu begitu cepat. Aku sangat sibuk dengan mejaku sehingga tidak menyadari betapa cepatnya waktu berlalu.
“Rory, Bu Kala membutuhkanmu di dapur sebentar,” kata salah satu rekan kerjaku.
“Aku akan ke sana sebentar lagi,” jawabku, mengambil piring kosong dan mengisi beberapa gelas sampanye.
Begitu memasuki area memasak, aku diserang dengan confetti.
“Selamat ulang tahun, Aurora!” Semua orang berteriak. Kue yang indah, berkilau dengan 18 lilin, diletakkan di depanku.
“Astaga! Teman-teman, kalian seharusnya tidak perlu melakukan ini!” Kataku, melihat kue itu dengan kagum.
“Ayolah! Tidak setiap hari kau berusia 18 tahun,” kata salah satu juru masak.
“Ya, sebentar lagi kau akan mendengar lolongan serigalamu. Lalu kau akan bisa berubah, dan—,” Bu Kala bicara perlahan sambil menatap semua orang. “—menemukan jodohmu!!”
Aku memutar mata sambil mereka semua tertawa.
Setelah makan kue, kami semua kembali ke aula untuk melanjutkan pekerjaan kami.
Tiba-tiba, aku mendengar suara aneh di kepalaku.
“Hai, Aurora…” samar, tapi jelas untuk dipahami.
Ini adalah serigalaku. Dia akhirnya terbangun.
“Mmm… Halo?” jawabku dalam hati.
Dia terkikik dan mulai terlihat. Bulunya putih seperti salju dan matanya ungu.
“Senang bertemu denganmu. Aku adalah serigalamu. Namaku Rhea.” katanya sambil duduk di sana, menatapku.
“Aku yang senang bertemu denganmu, Rhea” jawabku. “Semoga kita bisa akur bersa—”
Kata-kataku terpotong saat aroma lezat memenuhi lubang hidungku. Aromanya campuran pinus liar, almond, dan ambar.
Sungguh menawan, hampir seolah-olah menarikku ke arahnya.
Rhea juga mencium baunya. Dia mengangkat hidungnya tinggi-tinggi, mengendus-endus.
Kemudian dia mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkanku.
“Jodoh kita ada di sini. Aku bisa mencium aromanya.”
Baca selengkapnya di aplikasi Galatea!