Putri Sang Naga - Book cover

Putri Sang Naga

C. Swallow

0
Views
2.3k
Chapter
15
Age Rating
18+

Summary

11 TAHUN LALU

Hari masih gelap ketika Ayah datang ke kamar tidurku. Matahari masih tertidur, begitu pula semua burung.

Ayah akan bertualang, katanya, dan dia pikir aku ingin ikut. Tentu saja aku ingin.

Aku melompat dari tempat tidurku. Memakai mantel kulit dombaku. Saat itu musim panas, tetapi pagi hari masih sejuk.

Summer adalah putri keras kepala dan sangat mandiri, hidup di dalam dunia yang dipimipin oleh pria dan dikuasai oleh naga. Tiba-tiba, dia terjerat dalam cengkeraman kedua Raja Naga Kembar yang dominan dan menggiurkan. Dapatkah dia menyelamatkan dirinya dan kerajaannya, atau akankah dia jatuh dalam pesona mereka yang menggoda?

Rating Usia: 18+

Lebih banyak

Naga saat Fajar

SUMMER

11 TAHUN LALU

Hari masih gelap ketika Ayah datang ke kamar tidurku. Matahari masih tertidur, begitu pula semua burung.

Ayah akan bertualang, katanya, dan dia pikir aku ingin ikut.

Tentu saja aku ingin.

Aku melompat dari tempat tidurku. Memakai mantel kulit dombaku. Saat itu musim panas, tetapi pagi hari masih sejuk.

Aku mengambil kotak petualangan yang Ayah berikan untuk ulang tahunku yang lalu, ketika aku berusia tujuh tahun. Kotak itu berisi barang-barang berguna yang aku perlukan untuk berburu salamander, membangun benteng, dan membuntuti Naga.

Kaca pembesar, ketapel, pemotong untuk tanaman, dan ranting tipis, buku untuk menekannya…

Ketika aku membawa ranselku, aku merasa seperti seorang petualang sejati. Aku membawanya setiap kali meninggalkan kastil untuk mencari Naga.

Naga adalah favoritku.

"Summer," kata ayahku lembut saat kami berjalan menuruni tangga utama, agar tidak membangunkan siapa pun di kastil. Dia memegang tanganku.

“Misi kita sungguh menarik. Seekor Naga liar telah memakan sapi-sapi berharga milik Peternak Tivoli dan tertidur di ladangnya.”

Mataku melebar. Seekor naga!

Ayah mengangkatku ke kereta yang sudah menunggu di depan kastil.

"Kita harus membangunkannya," kata Ayah, "dan pastikan dia tidak mengganggu peternak lain."

Naga perempuan. Ini hari terbaik yang pernah ada.

Perjalanan kami memakan waktu lama. Matahari mulai terbit, dan di luar jendela kereta, perbukitan dan lembah hijau Kerajaan Patter tertutup embun.

Aku bisa merasakan Naga itu dekat denganku. Aku tahu Ayah juga bisa merasakannya, karena dia meremas tanganku.

Kemudian kereta berhenti.

Seorang pria sedang menunggu kami. Dia memperkenalkan dirinya kepada Ayah sebagai Peternak Tivoli. Mereka berbicara sebentar, tetapi aku tidak mendengarkan.

Aku bersandar di anak tangga tengah pagar. Menatap Naga.

Di tengah lapangan berkabut tampaklah Naga ungu. Sisiknya berwarna-warni, memantulkan matahari saat tubuhnya naik dan turun dengan napasnya. Dia sebesar kereta, termasuk dua kuda yang menariknya.

Dia cantik.

Aku bisa mendengarnya mendengkur. Dia menjentikkan ekornya, seolah-olah sedang bermimpi indah.

"Ayah!" panggilku. "Ayo pergi!"

Dia terkikih, tapi datang dan mengangkatku dari ketiak untuk melewati pagar.

Dia memegang tanganku saat kami berjalan melewati rerumputan tinggi. Kaki kami basah oleh embun.

“Jadi, sayangku,” katanya, “kita harus mendekati Naga yang sedang tidur dari depan. Dan kita harus mendatangi mereka dengan penuh hormat. Sama seperti kuda yang bisa mencium bau ketakutan, Naga bisa mencium rasa hormat.”

Kami semakin dekat dengannya. Jantungku berdebar kencang.

"Ayah, apa artinya ‘liar’?”

“Itu berarti dia tidak punya kawanan. Dia mengembara dunia sendirian.”

Aku menghela napas. Kami berdiri diam, menatap Naga.

Dia sedang tidur nyenyak. Aku khawatir dia tidak ingin dibangunkan.

"Indigo," panggil Ayah.

Mataku melebar. Ayah tahu namanya?

Mata Naga terbuka dengan malas. Matanya berwarna hijau elektrik. Dia menatapku, dan aku merasakan kejutan di seluruh tubuhku.

Kepalanya yang besar bertumpu pada cakarnya.

"Kau tidak lapar lagi," kata Ayah. Dia menurunkan tanganku, berjalan ke arahnya perlahan.

Naga itu mengangkat kepalanya dan mengeluarkan asap dari hidungnya.

Ayah makin dekat sekarang, dan dia berlutut.

“Aku adalah Raja Patter. Aku merendahkan diriku di hadapanmu.”

Naga itu mengangkat kepalanya, menatapnya dari bawah hidungnya.

“Dan aku meminta bantuanmu. Tolong tinggalkan ladang Peternak Tivoli dan cari makanan lain selain sapi Patter.”

Naga mendengus. Untuk sesaat, dia tidak bergerak, dan aku khawatir dia akan memutuskan memakan ayahku, bukannya sapi.

Namun, dia bangkit. Saat bergerak, sisiknya berbisik seperti sutra. Kemudian dia melebarkan sayapnya yang besar.

Dan dengan cepat, tanpa suara, dia meluncur ke langit.

Sayapnya membuat angin mengibaskan rambutku ke belakang.

Aku memperhatikannya sampai dia menjadi tampak seperti titik di langit. Ke mana dia pergi? Aku bertanya-tanya.

Ketika aku akhirnya melihat kembali, Ayah masih berlutut di lapangan. Namun, dia menoleh dan memperhatikanku. Dia tersenyum, dan ketika matanya bertatapan denganku, dia mengedipkan mata.

SEKARANG

KERAJAAN PATTER

Aku memegang tangan Maddie saat aku membawanya ke Naga.

"Benarkah Naga bisa menyemburkan api, Summer?" sepupu kecilku bertanya.

"Ya. Mereka menyemburkan api, dan sangat panas hingga bisa melelehkan batu.”

"Wow," dia menghela napas.

Aku menatap kepala kecilnya, rambut ikal merahnya memantul saat dia melompat.

"Sudah sampai." Aku berhenti. "Di sinilah adikku menyimpan para Naga."

Aku berlutut di sampingnya sehingga bisa menatap matanya.

“Kita akan melihat Naga, Maddie. Makhluk-makhluk ini sangat kuat dan berbahaya. Kau tidak perlu takut kepada Naga, tetapi harus menghormati mereka. Menghormati mereka berarti tidak menyentuh. Jangan pernah. Oke?"

Aku tahu harus menyebutkan ini untuknya dengan sangat jelas. Bocah enam tahun itu mengangguk. Dia tidak tampak takut.

Aku menatap sarang. Tempat itu adalah bangunan mencekam yang dulunya adalah ruang kemudi. Ross, adik lelakiku, dan Raja Patter, mengubahnya menjadi penjara bawah tanah tempat dia menahan Naga yang ditangkap pasukannya.

Di sana mereka membius, membuat kelaparan, dan melatih naga-naga sampai bisa bergabung dengan pasukan Ross.

Aku membuka pintu besar dengan perlahan. Aku tidak seharusnya berada di sini, apalagi bersama Madeline.

Namun, sepupu kecilku tidak berhenti bertanya, dan diam-diam aku berharap jika Maddie kecil dan aku mengganggu Ross, adikku akhirnya akan berhenti mengurung Naga.

Aku mengintip ke dalam ruangan gua yang redup. Tempat itu hanya diterangi beberapa obor.

Tiga Naga disimpan di bilik-bilik kecil. Mereka berbaring dengan belenggu berat mengelilingi setiap kaki.

Bahkan meski hari hampir malam, aku bisa melihat darah Naga hitam yang menggenang di kandang Naga terakhir. Naga ini baru. Dan besar. Jelas jantan.

Sisik emasnya sangat indah. Warnanya tampak dari dunia lain. Aku tidak bisa berpaling dari makhluk itu.

Tiba-tiba, matanya terbuka. Mata emasnya tertuju kepada mataku, dan untuk sesaat, seluruh dunia terasa runtuh.

Aku lupa bernapas, dan jantungku berdegup kencang. Apa yang terjadi?

Aku merasa Maddie menarik gaunku.

"Summer, aku mau LIHAT!" Dia mencoba mendorongku ke samping.

Aku mengambil kesempatan ini untuk mematahkan pandangan Naga, membuka pintu lebih lebar.

Namun, aku merasakan sebuah dorongan, Naga itu seperti magnet yang membuatku melihat kembali, ke tempat dia berada. Dan mata kami bertemu lagi.

Aku terluka melihat Naga itu terluka seperti ini.

"Wow," Maddie menghela napas. "Kenapa Naga diikat?" dia berbisik.

“Karena kakakku ingin menyimpannya untuk dirinya sendiri. Dia tidak ingin membiarkan mereka bebas. Sepertinya tidak adil, bukan?”

Aku meremas tangan kecilnya. “Aku merasa kita bisa mengubahnya. Namun, sekarang waktunya tidur.”

"Tidaaak..." rengek Maddie. Namun, aku meraihnya ke dalam pelukanku dan membiarkan pintu menutup di belakangku. Aku bersyukur bisa melepaskan diri dari tatapan Naga.

Tatapan itu sangat intens, dan aku tidak tahu kenapa.

Aku menjatuhkan Maddie kembali ke jalan utama.

“Lari kembali ke kastil, oke, Bocah? Nell akan menemanimu tidur. Aku akan segera pulang.” Aku mencium keningnya, dan dia mulai berlari.

Aku menghela napas.

Aku harus menjernihkan kepalaku. Ini waktu yang tepat untuk pergi ke hutan.

Segera setelah aku berada di bawah pepohonan, napasku menjadi pelan dan stabil. Aku menemukan ritme saat bergerak, menyentuh kulit kayu, dan menyentuh daun di antara jari-jariku.

Sebagai tabib, aku lebih banyak berhubungan dengan alam. Sendirian di alam tidak hanya membuat kemampuan penyembuhanku lebih kuat, tetapi tampaknya menyembuhkan aku. Melakukan itu membuat pikiranku lebih jernih, lebih tenang.

Aku bergerak dengan mudah melalui hutan, meskipun tidak bisa melihat baik dalam gelap.

Aku memikirkan Naga emas tadi dan Jordan Culling, raja tampan yang tinggal di Patter untuk mendekatiku.

Aneh bahwa aku memikirkan mereka pada momen sama, pikirku, tetapi dengan cepat aku membuang pikiranku.

Culling menawan dan pandai, dia menginginkan aku menjadi ratunya. Dia menyampaikan itu dengan jelas. Tawaran itu menggiurkan, tapi terlalu dini untuk tahu. Aku baru saja berusia 18 tahun.

Aku berhenti dan menarik napas dari hidungku. Aku mencoba mencium aroma tajam Racun Naga.

Ross memasang jebakan yang tak terhitung jumlahnya di hutan sekeliling Patter, memancing Naga dengan umpan. Ketika jebakan muncul, mereka akan ditembak dengan Racun Naga, racun yang digunakan untuk melemahkan atau bahkan membunuh mereka.

Ross telah menangkap banyak Naga, tapi aku tidak akan duduk diam saja dan membiarkan makhluk tak berdosa ini direnggut tanpa alasan, selain keangkuhan raja bodoh yang adalah adik lelakiku sendiri.

Malam ini, aku akan melucuti perangkapnya.

Yah, sebanyak yang aku bisa.

DANE

Itu dia.

Aneurin benar. Dia cantik.

Dan dialah orangnya. Aku sudah menduganya.

Aku menyelinap melalui hutan dalam bentuk Naga-ku. Sisikku berwarna hitam, hampir tidak terlihat di malam hari. Aku bergerak diam-diam.

Mendekati dia.

ANEURINTidak perlu terlalu gegabah, saudaraku.

Suara Aneurin terngiang di kepalaku. Meskipun dikurung di penjara bawah tanah raja, dia ada di benakku lebih dari biasanya. Apalagi setelah melihat gadis itu.

Dia benar.

Dialah yang kami cari.

DANEAku akan pelan-pelan.

Sang putri punya rambut cokelat keriting panjang. Matanya berbinar bahkan dalam kegelapan, dan gaunnya membungkus sosok anggunnya dengan sempurna. Dia menggosok daun di antara jari-jarinya sebelum berjongkok dan meletakkan tangannya di tanah.

Sepertinya dia menonaktifkan salah satu perangkap bodoh si raja.

Menarik.

Aku melihat dia mulai bekerja, perlahan dan hati-hati membongkar alat itu.

Kehadirannya seperti balsam bagiku. Dia menenangkan amarah yang terus-menerus berkecamuk dalam pikiranku, rasa jijik naluriah kepada manusia kini memudar.

Membuatku bersemangat juga, tapi aku akan mengabaikannya untuk saat ini.

Aku ingin menunjukkan diri kepadanya, tapi tidak ingin membuatnya ketakutan setengah mati.

Sebuah ranting retak di bawah jari kakiku. Dia menoleh ke arahku. Ada rasa ingin tahu di matanya, dan kemudian matanya diliputi ketakutan.

Dia tahu aku di situ. Jadi, aku mendekatinya, bergerak diam-diam ke arahnya dengan empat kakiku.

Dari dekat, aromanya membuatku gila.

Matanya melebar dan ketakutan. Dia hampir tidak bernapas.

Aku memutuskan menenangkan ketakutannya. Aku merasakan dingin di tubuhku setelah melarutkan diri ke dalam kabut hitam halus, dan masuk wujud manusiaku.

Sekarang matanya terbelalak, tapi bukan murni karena ketakutan. Aku telanjang.

"Summer," kataku. “Aku sudah mendengar banyak tentangmu.” Aku melangkah keluar dari bayangan pepohonan, membiarkan cahaya bulan menyinariku. Aku mendengarnya terkesiap, suara itu mengirimkan dorongan hasrat ke seluruh diriku.

Oh, pasti manis jika bisa membuatnya terkesiap…

"Namaku Dane."

Summer berhenti sejenak, dan kemudian berlari melewati hutan.

Aku tertawa sendiri.

"Aku tidak menggigit, Gadis kecil," aku memanggilnya. Aku tahu dia bisa mendengarku.

Yah, setidaknya belum...

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok