Yakin Memilihmu - Book cover

Yakin Memilihmu

Luci Fer

0
Views
2.3k
Chapter
15
Age Rating
18+

Summary

Trinity sangat profesional dalam pekerjaannya, tapi bukan berarti selalu mudah. Setelah seharian bekerja keras di kantor, dia bertemu Stephen Gotti di bar: seorang pria terhormat di kelab, dan tak pernah puas di atas ranjang. Mereka saling jatuh cinta dengan cepat, tapi Stephen punya rahasia besar. Apakah itu akan membuat Trinity takut?

Lebih banyak

32 Chapters

Chapter 1

Bab Satu

Chapter 2

Bab Dua

Chapter 3

Bab Tiga

Chapter 4

Bab Empat
Lebih banyak

Bab Satu

Trinity

Hari yang melelahkan lagi di kantor Durham Real Estate, tempatku bekerja selama sepuluh tahun terakhir.

Aku mulai bekerja di sana pada usia 16 tahun sebagai bagian penerima tamu di akhir pekan untuk menghasilkan sedikit uang saku tambahan dan membiayai kuliahku.

Sekarang aku menduduki jabatan Manajer Pengembangan Bisnis terbaru untuk perusahaan, setelah berhasil menyelesaikan gelar master dalam Pengembangan Properti dan siap menyambut petualangan baru yang telah kuperjuangkan dengan sangat keras.

Sebuah bayangan melewati pintuku, menarik perhatianku dari laptop, lalu aku sadar bahwa semua orang sudah mulai pulang pada malam itu. Aku dengan cepat melirik arloji, bertanya-tanya mengapa hari ini cepat berlalu dan tiba-tiba sudah pukul tujuh, kemudian aku memutuskan untuk mulai mengemasi laptop dan mengakhiri malam ini.

Sambil mengenakan mantel, aku berjalan menembus udara Chicago yang segar untuk menuju ke kendaraanku ketika ponselku mulai berdering.

Aku mengeluarkan ponsel dengan cepat dari tas, lalu memeriksa nomor penelepon, ternyata sahabatku, Luke, yang mungkin juga ingin beristirahat dari hari kerja yang melelahkan.

Ketika aku mengangkatnya, aku tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun. “Malam ini kita jadi minum-minum, kan? Kamu tak akan percaya dengan apa yang terjadi di pertemuan tadi.”

“Kalau tentang pemilik yang menuntut penyewa agar diusir karena mereka punya hewan peliharaan yang tidak disetujui untuk menempati properti itu, aku kira itu sama dengan hariku. Kita bertemu di Gilhooley's 20 menit lagi? Aku masuk mobil sekarang.”

“Tidak, ini tentang pemilik yang menuntut manajemen karena menginginkan 250 dolar seminggu di atas harga pasar. Dan bukan hanya itu, mereka juga berkata aku adalah agen sialan karena tidak menyetujuinya. Sampai bertemu 20 menit lagi.”

Aku memutar mataku sambil tertawa pelan, tahu betul tentang cobaan menjadi agen real estate Chicago. Perlahan-lahan aku mulai berkendara menuju Gilhooley's untuk menemui Luke.

Setelah menemukan tempat parkir mobil tidak terlalu jauh dari pub favorit kami, aku masuk dan dengan cepat, mengamati bar, sebelum sadar bahwa aku tiba lebih dulu.

Sambil melepas mantel, aku mengamankan tempat kami biasa duduk dan mengirim pesan kepada Luke untuk menanyakan apa yang ingin dia minum malam ini.

Tentu saja, karena sudah tahu kebiasaannya, aku tidak terkejut saat dia menjawab Jack Daniels dengan es.

Aku dan Luke telah hidup bersama selama dua tahun terakhir sejak Luke bergabung dengan Durham Real Estate di Departemen Manajemen Properti.

Kami menjadi akrab dengan cepat, dan persahabatan kami tumbuh menjadi satu hubungan yang tidak bisa dipisahkan sejak awal. Aku menemani Luke melewati masa kehilangan cintanya yang terbesar dan perasaan terisolasi karena tidak diterima.

Dan sebagai imbalannya, Luke membantuku membangun kembali kepercayaan diri dan kehidupanku setelah melihat tunanganku selingkuh dengan asistennya di ranjang kami.

Saat menunggu Luke datang, aku berjalan ke bar untuk memesan. “Mau pesan apa malam ini, Trinity? Seperti biasa?"

“Malam, Gary, ya, seperti biasa. Aku pesan margarita biasa dan Jack Daniels dengan es untuk Luke.” Gary menyuruhku duduk dan akan membawakan pesanan sesegera mungkin.

Aku berterima kasih kepada Gary dan memberinya tip. Aku berbalik untuk kembali ke tempat duduk tanpa melihat-lihat terlebih dulu. Tiba-tiba aku berhadapan dengan dada terlebar yang pernah aku lihat.

Saat aku mengulurkan tanganku untuk menstabilkan diri, mau tak mau aku memperhatikan gerakan otot-otot kuat di bawah ujung jariku dan mencium aroma kolonye yang memabukkan.

Semua terjadi begitu cepat sampai aku tak menyadari cengkeraman jari-jarinya yang kuat di pinggulku, upayanya untuk mencegat kami berdua kehilangan keseimbangan. Dengan hati-hati, aku menatap orang asing itu. ”Maaf. . .“

Saat mataku bertemu dengan matanya, aku terpesona melihat bola matanya yang berwarna hijau yang membalas tatapanku. “Tidak apa-apa, Cantik. Kamu baik-baik saja? Aku tidak menabrakmu terlalu keras, kan?”

“Tidak sama sekali, maaf karena tidak melihat-lihat terlebih dulu. Namaku Trinity, terima kasih karena telah menyelamatkanku. . .” Aku menatapnya, menunggu dia menyebutkan namanya.

“Stephen. Stephen Gotti. Senang bertemu denganmu, Trinity.”

Tiba-tiba aku sadar bahwa aku masih bertopang di dadanya dan kemudian mundur selangkah. Aku melepaskan tanganku dari dadanya yang maskulin dengan sedikit kecewa.

Jari-jarinya dengan lembut membelai pinggulku saat dia melepaskan tangannya, dan aku merasa merinding di seluruh lenganku dan geli di tulang punggungku. Suara serak Stephen membuatku kembali ke kenyataan.

"Yah, senang bertemu denganmu, Trinity. Sayangnya ada beberapa rekan bisnis yang menungguku."

Dan dengan begitu, Stephen bergerak maju, napasnya berbisik di leherku, bibirnya nyaris menyentuh kulit sensitif di bawah telingaku saat dia berbicara. . .

"Namun, jangan khawatir, Cantik, aku akan segera bertemu denganmu lagi." Giginya mengenai kulit daun telingaku saat dia menarik diri, membuat kulitku merinding.

Aku berdiri terpaku di tempat dan dia menghilang di antara kerumunan. Aku merasakan rona merah menjalar ke wajahku.

Siapa pria itu?

***

Aku masih merasa gugup karena pertemuan dengan Stephen ketika Luke duduk di seberang tempat dudukku, meraih JD-nya dan meminumnya dalam satu teguk.

Ketika dia bertanya apakah aku ingin minum lagi, aku hampir tidak mendengar apa yang dia katakan. "Hah? Oh, ya, boleh.” Luke mengangkat alisnya dan bertanya apakah aku baik-baik saja. "Tentu saja, hari yang panjang, tapi jadi lebih baik saat bertemu kamu."

Aku menunjukkan senyum terbaikku kepada Luke dan mengedipkan mata dengan nakal. Luke berdiri dari kursinya dan memberiku ciuman cepat di pipi, lalu pergi ke bar.

Aku fokus menonton televisi di atas bar ketika aku merasa seolah-olah seseorang sedang memperhatikanku. Perlahan-lahan aku menatap ke kiri dan melihat Stephen, duduk di meja di belakang kiri bar, dengan dua pria yang sama-sama menawan, asyik mengobrol.

Sementara para lelaki lain sedang berbicara, aku melihat tatapan Stephen tepat tertuju padaku, matanya menelusuri seluruh tubuhku sampai tepat di mataku.

Aku merasa malu dan memainkan ujung gaunku, menariknya sedikit ke bawah sebelum kembali ke kursiku, saat aku menunggu Luke kembali. “Kenapa pipimu merah?”

"Tidak apa-apa. Maaf, aku hanya melamun, begitu banyak yang terjadi akhir-akhir ini.”

"Aku paham. Ada 6 manajemen baru minggu ini dan kami bahkan belum mencapai target apa pun.”

Luke terus berbicara tentang hari-hari yang dia lalui dan di tengah-tengah perbincangan, perhatianku teralihkan ke aroma Stephen saat tangannya yang kuat mencengkeram pinggulku.

“Aku tidak tahu bagaimana bisa kamu bekerja lama dan masih tetap waras. Trinity?"

"Sial! Maaf, Luke, aku sangat kacau malam ini.”

“Ada yang ingin kamu bicarakan?”

“Tidak ada yang penting, ayo selesaikan ini, beli beberapa botol lagi untuk dibawa pulang. Aku ingin ganti pakaian dan bersantai.”

“Kalau aku bukan sahabatmu, aku akan mengira kamu sedang menggodaku.” Kami berdua tertawa dan menghabiskan minuman terakhir kami sebelum bersiap untuk pulang. Saat aku berdiri untuk mengenakan mantelku, aku dengan santai menoleh ke kiri dan melihat Stephen sedang memperhatikanku lagi. Aku meraih tasku dan mencoba terlihat tidak peduli sambil berjalan ke pintu keluar.

Syukurlah hanya sepuluh menit berkendara dari Gilhooley's ke townhouse tiga kamar tidur kami. Sesampainya di rumah, aku membuka pintu dan melepas sepatu hak tinggi, rasa sakit di kakiku langsung mulai hilang. “Aku mau mandi, lalu memesan makan malam.”

"Ok, Sayang, mau kutuangkan minuman?"

“Kamu terlalu mengenal wanita. Sumpah, ketampananmu dan kesempurnaanmu seharusnya dianggap kejahatan, dan kau bahkan tidak tertarik dengan wanita.”

Luke tertawa hangat sambil berbaring. “Kamu tahu, aku selalu melirik bokongmu setiap ada kesempatan.”

Aku melemparkan bantal ke arah Luke sambil menggoyangkan pinggulku dan memberinya kedipan nakal. Aku keluar dari lounge langsung menuju kamar mandi untuk mandi air panas yang menenangkan.

Sisa malam dihabiskan dengan tenang sambil meminum minuman kesukaan kami di sofa dan menikmati kebersamaan satu sama lain, sebelum tidur lebih awal.

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok