Dibenci oleh Jodohku - Book cover

Dibenci oleh Jodohku

Natchan93

Bab Dua

Aurora

Butuh 1,5 hari penuh bagi kami menyiapkan tempat ini untuk pesta.

Bu Kala mengatakan kepadaku, akan ada lebih dari 600 tamu, termasuk kawanan kami dan kawanan-kawanan tetangga, dalam rangka perjanjian damai.

Setelah kami selesai, Bu Kala menyuruhku pulang untuk beristirahat selama beberapa jam. Aku harus kembali ke rumah pemimpin saat senja. Pesta baru akan dimulai pukul 21.00.

Sesampainya di rumah, aku disambut pemandangan mengerikan, ibu tiriku sedang berjalan-jalan telanjang.

“Idiiihhh!” kataku keras, untuk menarik perhatiannya. “Ibu tahu, ruangan-ruangan di rumah ini dibuat khusus untuk menjaga privasi kita. Bukannya malah berjalan-jalan telanjang bulat di sekitar rumah.”

Aku berbalik, menunggunya berpakaian.

“Oh, maaf, Say. Aku tidak mengira kamu akan kembali begitu cepat. Aku baru saja pulang dari patroli di wilayah selatan desa,” jawabnya acuh tak acuh.

Ibu tiriku adalah seorang pencari, dengan indra penciuman yang tajam.

Kadang-kadang, Alpha menugaskannya berpatroli untuk melihat apakah dia bisa mengendus aroma para serigala liar yang mengintai di sekitar perbatasan akhir-akhir ini.

"Terserahlah," aku memutar mataku ke arahnya, lalu langsung pergi ke kamar dan merebahkan diriku di tempat tidur.

Aku mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa, jadi aku bangun dan turun ke bawah untuk menyiapkan makan malam.

Begitu sampai di lantai pertama, kusadari aku benar-benar sendirian di rumah. Ibu tiriku pasti pergi lagi.

Aku mengangkat bahu. "Lebih baik begini."

Aku pergi ke dapur dan membuat pasta, lalu duduk di depan TV dan mulai mencari film untuk ditonton.

Ponselku berdering. Aku menunduk, tersenyum ketika melihat ternyata temanku yang menelepon.

“Hei, Em,” jawabku sambil terus menggulir daftar film di TV.

“Jadi… Bagaimana dengan bersih-bersih dan persiapannya untuk pesta besar?” dia bertanya.

“Sejauh ini, melelahkan. Rumah itu besar sekali. Kupikir kami enggak akan pernah selesai menghiasnya.” Aku memasukkan sesendok penuh pasta ke dalam mulutku sambil bicara.

“Ugh, aku bisa membayangkannya. Pukul berapa acaranya mulai?" dia bertanya.

“Aku harus siap di sana sekitar pukul 17.30. Cobaan sesungguhnya dimulai pukul 20.00.”

"Kira-kira pukul berapa kamu akan selesai?" dia bertanya.

"Entahlah, tapi aku yakin enggak sebelum tengah malam."

“Yah… Menyebalkan. Kalau begitu, aku mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu besok, ya.”

"Iyalah, mereka menyuruhku untuk meninggalkan ponsel di rumah, jadi aku enggak akan membaca pesan teks apa pun sampai aku pulang."

Emma menggeram. “Itu menyebalkan.”

Mau tidak mau aku tertawa terbahak-bahak

Kami mengobrol dan tertawa semalaman. Aku hampir tidak memperhatikan waktu berlalu.

Beberapa jam kemudian, aku bergegas menuju ke rumah pemimpin. Aku tiba di gerbang, lalu masuk ke dalam.

Begitu masuk, aku pergi ke ruang pelayan, tempat aku berganti pakaian dinasku.

Seragamnya terdiri dari kemeja putih lengan panjang, dasi kupu-kupu merah, celana hitam berpinggang tinggi, dan sepatu hak hitam.

Setelah kami berpakaian, semua pelayan menuju ke ruang pesta, di mana lampu diredupkan. Kami masing-masing mengeluarkan nampan dan bersiap menerima tamu.

Bu Kala menugaskan kami masing-masing dengan area meja khusus yang harus kami perhatikan, lalu memerintahkan kami untuk berdiri di dinding terdekat dengan bagian itu.

Tempat ini segera dipenuhi oleh orang-orang, semuanya mengenakan pakaian termahal mereka.

Kawanan yang terakhir masuk adalah sekutu kami, Kawanan Bulan Biru dari barat.

Alpha mereka masuk, bersama putrinya, Tallulah Wilhelm. Dia adalah gadis paling cantik yang pernah kulihat.

Dia memiliki rambut pirang panjang yang indah, kulit yang cerah, dan mata cokelat yang berbinar. Seluruh dirinya memancarkan kesempurnaan.

Setelah mereka, masuklah Gamma kawanan kami, Remus Bowman, yang berusia 20-an akhir. Dia bergandengan tangan dengan jodohnya, Aspen.

Remus memiliki rambut cokelat tua, dengan beberapa helai rambut abu-abu di sana-sini. Dia memiliki mata cokelat dan merupakan salah satu pria terpendek di desa kami.

Namun, meskipun ukuran badannya kecil, dia bukan hanya salah satu yang terpintar di kawanan kami, tapi juga yang terkuat.

Berikutnya giliran Beta, Maximus Barone. Dia tinggi dengan rambut pirang kusam dan mata hijau.

Semua gadis tergila-gila kepadanya, terlepas dari kenyataan dia itu mata keranjang. Dialah yang terkuat kedua di dalam kawanan.

Terakhir, tapi yang tidak kalah penting, pria dalam sorotan melangkahkan kaki ke aula.

Alpha kami, Wolfgang Fortier Gagliardi. Jika wanita tergila-gila kepada Beta, maka dia adalah pejantan unggul yang sebenarnya.

Dia memiliki rambut hitam legam yang selalu terlihat seperti baru bangun tidur dan mata yang begitu biru bersinar bagaikan batu safir.

Badannya besar, dan aku bisa melihat otot-ototnya menonjol di balik pakaiannya. Seakan dia dibuat oleh sang dewi bulan sendiri.

Namun, ada satu masalah dengannya…

Pria itu tidak tahu bagaimana caranya tersenyum atau bersikap baik kepada siapa pun.

Meskipun dia sangat tampan sekali, cibirannya, dikombinasikan dengan aura Alpha yang kuat, membuat orang-orang lari darinya.

Sebagian besar waktunya dihabiskan bersama dengan Beta, yang kebetulan adalah teman masa kecilnya. Atau dengan Tallulah, putri Alpha lain.

Untuk sesaat, mata kami bertemu dan tatapannya yang tajam membuatku terpaku di tempat. Hanya sepersekian detik, tapi itu cukup untuk menimbulkan gejolak besar di dalam diriku.

Begitu Alpha duduk di tempatnya, semua orang melakukan hal yang sama.

Dan pesta pun dimulai.

Semua berlalu begitu cepat. Aku sangat sibuk dengan mejaku sehingga tidak menyadari betapa cepatnya waktu berlalu.

“Rory, Bu Kala membutuhkanmu di dapur sebentar,” kata salah satu rekan kerjaku.

"Aku akan ke sana sebentar lagi," jawabku, mengambil piring kosong dan mengisi beberapa gelas sampanye.

Begitu memasuki area memasak, aku diserang dengan confetti.

“Selamat ulang tahun, Aurora!” Semua orang berteriak. Kue yang indah, berkilau dengan 18 lilin, diletakkan di depanku.

"Astaga! Teman-teman, kalian seharusnya tidak perlu melakukan ini!” Kataku, melihat kue itu dengan kagum.

"Ayolah! Tidak setiap hari kau berusia 18 tahun,” kata salah satu juru masak.

“Ya, sebentar lagi kau akan mendengar lolongan serigalamu. Lalu kau akan bisa berubah, dan—,” Bu Kala bicara perlahan sambil menatap semua orang. “—menemukan jodohmu!!”

Aku memutar mata sambil mereka semua tertawa.

Setelah makan kue, kami semua kembali ke aula untuk melanjutkan pekerjaan kami.

Tiba-tiba, aku mendengar suara aneh di kepalaku.

“Hai, Aurora…” samar, tapi jelas untuk dipahami.

Ini adalah serigalaku. Dia akhirnya terbangun.

“Mmm… Halo?” jawabku dalam hati.

Dia terkikik dan mulai terlihat. Bulunya putih seperti salju dan matanya ungu.

“Senang bertemu denganmu. Aku adalah serigalamu. Namaku Rhea.” katanya sambil duduk di sana, menatapku.

“Aku yang senang bertemu denganmu, Rhea” jawabku. ~“Semoga kita bisa akur bersa—”~

Kata-kataku terpotong saat aroma lezat memenuhi lubang hidungku. Aromanya campuran pinus liar, almond, dan ambar.

Sungguh menawan, hampir seolah-olah menarikku ke arahnya.

Rhea juga mencium baunya. Dia mengangkat hidungnya tinggi-tinggi, mengendus-endus.

Kemudian dia mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkanku.

“Jodoh kita ada di sini. Aku bisa mencium aromanya.”

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok