Harapan Terakhirnya - Book cover

Harapan Terakhirnya

Karrie

0
Views
2.3k
Chapter
15
Age Rating
18+

Summary

Lake punya rencana yang sempurna. Menemukan jodohnya, hidup mapan, dan memulai sebuah keluarga. Namun, ketika jodohnya lebih memilih orang lain, rencana Lake hancur... dan begitu pula hatinya. Bisakah dia menjaga keyakinan bahwa Dewi memiliki sesuatu yang lain untuknya? Bahkan mungkin lebih baik dari yang direncanakannya.

Lebih banyak

58 Chapters

Chapter 1

Prolog

Chapter 3

Diprovokasi

Chapter 4

Rumah
Lebih banyak

Prolog

Prolog

Lake

Aku menatap gadis di cermin dan tak bisa mengenali apa yang kulihat sedang menatapku.

Mata hijaunya yang dulu cerah, kini kusam dan hampa, tak ada kehidupan. Tampak bekas air liur kering di pipi kiri dan hidungnya merah karena terlalu banyak menangis.

Gaun tidurnya tercabik-cabik, terlihat memar di bagian perut dan tulang rusuknya. Rambutnya kusut dan berminyak karena kurang terawat.

Rasa sakit menimpaku dan aku berteriak dalam penderitaan. Tulang dan ototku sakit, tubuhku terbanting ke tanah. Air mataku mengalir deras, tiba-tiba sepasang tangan melingkari tubuhku dengan lembut.

Jari-jari kakiku menekuk begitu erat serasa akan meletus. Aku meringkuk di lengan kembaranku, Landon, seperti janin dan meratap. Tubuhku berkontraksi karena rasa sakit.

"Dia akan membunuhnya!" Aku mendengar ibuku menahan tangisnya., "Sayangku.."

Landon mengencangkan cengkeramannya di sekitarku dan aku membenamkan wajahku ke lehernya. Cakar dan taringku keluar.

"Jangan lepaskan dia, Landon." Ayahku memerintahkan, "Lynne melawannya."

Lynne, sisi serigalaku, ingin muncul dan mencabik-cabik orang yang telah mengambil pria itu dari kami.

Dadaku berdentum saat rasa sakit muncul lagi. Aku mencengkeram kaus tipis Landon dan menggigit bibir bawahku hingga berdarah.

Mataku tertutup rapat dan wajahku menegang. Aku bisa merasakan semua yang mereka lakukan kepadaku.

Seperti beberapa malam sebelumnya, rasa sakit itu hilang dan muncul dengan cepat.

Lynne perlahan membawa dirinya kembali ke kenyataan dan hilang dari pikiranku. Dia menolakku ikut menanggung rasa sakitnya.

"Tidak apa-apa.." Landon merapikan rambutku. Aku berada dalam pelukannya dengan benjolan di bagian bawah tenggorokanku.

"Kenapa dia melakukan ini kepadaku?" aku bertanya. Wajahku tanpa emosi dan menatap ubin kamar mandi yang bernoda darah akibat lukaku.

"Kamu harus menghentikan ini.." Ibu memohon kepada ayahku, "Seharusnya tidak seperti ini."

Aku melepaskan cengkeramanku dari Landon dan tergeletak lemas di pelukannya. Dia dengan senang hati menopangku dan membelai bahuku.

"Aku tidak peduli seperti apa seharusnya." Kembaranku menggeram, "Lake membutuhkan kita sekarang. Itu saja yang penting."

Setelah meyakinkanku, akhirnya aku membiarkan Landon membimbingku berdiri dan membantuku kembali ke kamarku. Orang tuaku masih membereskan tempat yang berantakan.

"Lake.." Landon mendesah saat melihat perutku. Memarnya lebih menonjol malam ini. Banyak yang berwarna biru dan ungu tua sementara yang lain berwarna kuning dari hari sebelumnya.

Kembaranku melepas baju tidurku dan mengganti dengan bajunya sendiri. Cukup longgar untuk tidak mengenai luka tambahan dari cakarku.

"Tolong..jangan tinggalkan aku sendiri.." bisikku, saat Landon menyelimutiku. Dia tidak berkata apa-apa dan duduk di sebelahku.

Aku membalikkan badan dan tertidur karena Landon bersenandung rendah.

1: Cukup Sudah

Sekarang pukul 3 pagi. Mataku terlalu kering untuk mengeluarkan air mata lagi.

Setiap kali aku akan tidur, aku melihat ekspresi jijik di wajahnya dan mendengar nada ketidaksukaan pada malam itu. Aku terus membayangkan apa yang mungkin terjadi dan apa yang seharusnya terjadi saat kami bertemu.

Sekarang aku pasti telah dikawini dan ditandai. Alpha dan Luna saat ini akan menyambutku dan keluargaku ke dalam rumah kawanan. Di sana, aku dan jodohku akan memulai hidup bersama, lolos dan diberi gelar Alpha dan Luna yang baru. Namun, yang terpenting adalah aku akan bahagia dan aman di tempat tidur bersamanya.

Aku mengerang kesakitan karena tulang rusukku berdenyut. Gejala baru penolakanku adalah kecemasan dan serangan kecemasan yang terus-menerus. Hiperventilasi menyebabkan tulang rusukku hampir retak karena tekanan dari Lynne, sisi serigalaku.

Saat kami mengalaminya, bukan hanya tubuh manusia saja, tapi juga tubuh serigala. Lynne berusaha keluar dan membuatku berubah wujud agar lebih mudah bagi kami berdua pada saat ini, tetapi aku terus menolak. Karena itu, aku mengalami retak pada tiga tulang rusukku.

Aku masih samar-samar mencium aromanya, bahkan ketika dia tidak berada di dekatku. Baunya seperti segarnya bau hutan dan hujan.

Dewi Bulan dan Takdirnya telah memberitahu ibuku sebelumnya. Namun, aku bertanya-tanya berapa lama lagi aku bisa menahan rasa sakit ini.

Aku hampir tertidur dalam perjalanan ke sekolah. Jodohku bersenang-senang lagi tadi malam dan terasa seperti pisau cukur di kulitku. Leherku terasa seperti akan menutup dengan sendirinya. Lebih parah dari biasanya.

Aku harus merias wajahku pagi ini. Lingkaran hitam di mata membuatku terlihat seperti rakun dengan rabies.

"Kau tahu," kata Landon sambil memarkir mobil di tempat biasanya, "Aku masih bisa menghajarnya." Aku tertawa dan tersenyum kepadanya. Rasa sakit terdengar jelas dalam nada bicaraku.

"Landon," aku menghela napas, "Aku hanya ingin melewati prosesnya. Dia bisa melakukan apa yang diinginkannya dan aku akan melakukan hal yang sama, begitu aku bisa tidur dua malam berturut-turut.”

Kembaranku memutar matanya dan tertawa kecil mendengar candaanku. Cukup bisa mengurangi ketegangan di dadaku selama beberapa waktu terakhir.

"Lake!" Riley berlari ke arahku dan memelukku. Aku hanya bisa tersenyum dan tertawa melihat wajah kaget kembaranku.

Riley memperhatikan, “Apa? Dia sahabatku.”

"Aku tidak pernah mendapatkan reaksi seperti itu!" Wajah Landon berubah masam, dia mulai cemberut. Aku memutar mataku ke arah sejoli saat Riley memberikan ciuman di pipi Landon dan membenamkan wajah ke lehernya. Senyum Landon tak ternilai harganya, tapi mau tak mau aku merasakan ketakutan dan kecemasan yang kutahu akan datang hari ini.

Lynne mulai gelisah saat Landon dan aku menuju kelas Kimia. Aku mencoba menenangkannya saat kami berbelok di tikungan, tetapi begitu kami melakukannya, aku menyesalinya.

Mataku membelalak saat melihat jodohku dengan kekasihnya yang baru. Jodohku tersenyum saat melingkarkan lengannya di pinggang kekasih barunya. Mereka saling menatap mata dengan penuh cinta.

Aku bisa merasakan beban berat kemarahan dan kesedihan Lynne. Tubuhku mulai sakit karena mereka sepertinya berciuman dengan gerakan yang lambat. Tubuhku menjadi dingin dan kaku, Landon juga menyadarinya.

“Lake..” Landon mencoba meraih tanganku, tapi aku menepisnya. Mataku masih terpaku pada pasangan kekasih di depanku. “Kau harus membiarkan aku membantumu. Ada terlalu banyak orang di sini. Biarkan aku mengantarmu pulang dan kamu bisa berlari.”

Tiba-tiba, kemarahan sisi serigalaku menutupi kesedihanku. Senyum jodohku menghilang saat kami bertatap mata. Tanganku mulai merobek tali ranselku dan gadis di lengannya melihat ke arahku juga.

"Oh, hei, nona kecil yang ditolak." Gadis itu menyeringai.

Kembarku menggeram, “Delilah, awas.” Lynne menerobos penghalangku. Dia ingin mencabik-cabik Delilah dan merusak kenangan apa pun yang dimiliki jodohku tentang kekasihnya.

"Apa?" Delilah terkekeh dan mencium pipi jodohku. Dia membuat kontak mata yang dingin kepadaku. Ada sesuatu yang berputar dalam mata hijaunya dan membuat perutku bergejolak. “Semua orang bertanya-tanya akan hal yang sama. Mengapa dia tidak menjadi liar dan menyerang semua orang yang ada di sini?”

"Karena dia-" Sebelum kembarku bisa menyelesaikan kalimatnya, aku menjatuhkan ranselku dan berlari ke arah yang berlawanan dari tempat ini. Orang-orang yang memang menyingkir atau aku yang menyebabkannya. Aku berada di ambang kehilangan rasa kemanusiaan jika aku tinggal di sini lebih lama lagi.

Aku keluar dari pintu depan sekolah dan bergegas menuju hutan. Gigi taringku membesar dan cakarku terbentuk. Aku belum menjadi serigala seutuhnya, tetapi bisa berlari dengan kencang dan merobohkan satu atau dua pohon.

Malam ini bulan purnama. Tubuhku gemetar karena pertarungan yang kualami dengan Lynne untuk merebut kendali. Butuh tekad yang kuat bagiku untuk dapat kembali ke wilayah itu. Butuh waktu dua jam lagi untuk mengumpulkan keberanian menghadapi keluargaku. Aku tahu mereka pasti sangat mengkhawatirkanku.

Aku berjarak enam mil jauhnya dari rumah. Aku membutuhkan ruang, serta udara segar. Di mana-mana di wilayah itu tercium baunya. Mengingat bahwa sisi serigalanya akan menjadi Alpha berikutnya, dia melakukan pemeriksaan rutin di perbatasan yang mengelilingi wilayah kawananku, Bulan Gelap.

Bahkan dalam jarak enam mil, aku bisa mencium aroma lezat jodohku. Gambaran tangan Delilah yang berlendir di pinggangnya pagi ini terlintas lagi di benakku. Rasa sakit di dada menimpaku sekali lagi.

Aku mencengkeram bajuku dan menatap Bulan. Bulan yang indah yang telah kucintai selama 18 tahun hidupku.

Aku akan selalu keluar pada malam hari hanya untuk melihat Bulan. Ibuku selalu memarahiku karena tertidur di luar dan menghukumku selama satu atau dua hari. Ketika aku pertama berubah wujud, hanya itu yang aku lakukan. Tidur di luar di rerumputan atau di bawah naungan pohon yang terdapat sarang buatan Lynne untuk menjaga kehangatan pada Musim Dingin.

Ibuku berhenti bertengkar denganku setelah Lynne muncul dalam kehidupanku. Sebagian besar karena aku akan melakukannya dengan cara apa pun, jadi ibuku akhirnya menyerah.

Aku menghela napas dan melihat ke permukaan tanah. Yang bisa kupikirkan adalah rasa sakit. Rasa sakit karena kehilangan seseorang yang ditakdirkan untukku dan aku menjadi takdir siapa.

Air mataku meleleh. Aku tidak bisa menahannya lagi. Semua yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir telah menumpuk hingga aku hampir menghancurkan seluruh pepohonan di lembah.

"Aku tahu kau bilang ini akan berlalu.." Aku berbisik dan melihat ke Bulan lagi. Rumah Dewi kita dan Takdirnya. "Namun, berapa banyak yang akan kau biarkan terjadi?!" Kata-kataku bercampur dengan rasa sakit dan kemarahan.

Aku menyentuh sisi kiri leherku. Sudah terbakar sejak Matahari terbenam.

Rasa terbakar di leherku akan meningkat ketika aku mulai berteriak dan berlutut. Kulitku terasa panas menyengat. Rasanya seperti dicap dengan besi panas.

Rasa sakit Lynne sekaligus membanjiri indraku. Kemarahan, rasa sakit, kesedihan, dan ketidakberdayaanku menyerang kepalaku terus-menerus. Tubuhku sakit dan persendianku terasa kaku.

Ikatan jodoh menghukumku. Hadiah dari Dewi Bulan menghukumku. Takdir menghukumku. Sisi serigalaku sendiri sedang menghukumku.

Aku merasa bahwa aku tidak bisa menahannya lagi, badanku runtuh. Aku mulai mengalami hiperventilasi, tapi mataku ingin menutup.

Saat aku tidak bisa membukanya lebih lama lagi, sesosok gelap menghalangi cahaya Bulan dari pandanganku.

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok